Artikel itu sepenuhnya mengungkapkan kebenaran, KECUALI yang salah. Dan, sebagai murid yang belum diakui, aku ingin terlihat baik. Sehingga tak etis mengungkapkan kesalahan guru di ruang publik, tah?
Aku tak akan menggunakan Argumentum ed Hominem pada pribadi Prof. Felix. Namun, berpijak pada konten dan konteks artikel tentangku itu, kujadikan benang merah belajar keseimbangan antara Logika dan Imajinasi.
Pertama. Melakukan Riset
Aku tak akan bertanya, bagaimana bisa Prof Felix begitu detail dan komprehensif memaparkan kondisi geografis dan demografis Kota Curup sebagai kota kelahiran dan tempat tinggalku.
Paparan data dan angka tentang kotaku, akan mudah ditemukan dalam jejak digital. Dan, sebagai Periset, bisa kupastikan Prof Felix sudah melakukan riset sebelum menulis. Kemudian memberi sentuhan imajinasi dari hasil riset tersebut ke dalam tulisan yang menjadi logis.
Padahal artikel itu dimasukkan ke kanal humor? Yang dianggap sebagian orang, tak butuh riset. Sing penting bikin ketawa!
Kedua. Menulis Humor tapi Terukur
Akupun tak akan mencari tahu, kenapa ada "tembok aneh" dari akuan sedang riset pertanian, seorang Sosiolog Pertanian dan Pedesaan, tetapi enam bulan terakhir dominan menulis fiksi (Novel Poltak dan Puisi) serta humor.
Racikan humor dalam tulisan itu memiliki alur dan punchline yang terukur. Pilihan diksi dan lema yang jauh dari frasa "Humor Garing" atau terkesan "Humor Shaming".
Versiku, artikel humor yang ditayangkan Prof Felix, tak hanya mengundang tawa, tapi juga mengajak pembaca berpikir. Tak masalah, apatah lebih dahulu tertawa baru berpikir, atau berpikir dulu baru tertawa. Kukira, Prof. Felix tak sempat memikirkan itu.
Ketiga. Memiliki Turbulensi Safety dan Softly