"Candi Borobudur terlantar selama beberapa abad sebelum "ditemukan kembali" pada 1814. Namun, hingga sekarang, upaya merangkai kembali jejak arkeologis Borobudur ternyata belum sepenuhnya selesai."
Kutipan di atas kuambil dari artikel berjudul  "Merangkai Jejak Arkeologis Borobudur" yang dilansir Kompas.id. (18/11/2018)
Dalam artikel tersebut, dituliskan lintasan sejarah penemuan, pemugaran, penelitian hingga konservasi ulang Candi Borobudur. Setelah tertimbun, dan mengalami kerusakan parah. Salah satunya akibat gempa dari letusan gunung  Merapi.
Aku tidak menulis tentang sejarah pembangunan candi, atau proses pemugaran yang melalui ratusan tahun, melibatkan ribuan orang serta menghabiskan dana jutaan dolar.
Pelibatan tersebut, tak hanya dilakukan oleh pemerintah Indonesia, tapi juga puluhan Negara di dunia. Apalagi setelah Unesco menetapkan Borobudur adalah Situs Warisan Dunia pada tahun 1991.

Gerakan Wonderful Indonesia menjadi pijakan awal, yang berujung hadirnya gagasan yang digawangi  Gubernur Jawa Tengah saat ini, Sound Of Borobudur.
Menariknya, sound of Borobudur adalah pendekatan rekonstruksi sejarah yang dilakukan tidak bersifat fisik. Tapi, merefleksikan dan mengajukan ornamen musik yang tertera dalam relief candi Borobudur.
Jika sebelumnya, buku-buku sejarah memuat proses pendirian, kemudian ajaran-ajaran Budha, unsur filosofis dan simbolis yang termuat pada ribuan relief, ratusan arca dan 73 stupa tentang Ajaran Budha.
Maka, sound of Borobudur mengajak penikmat dan praktisi sejarah hingga seniman untuk merekonstruksi makna dari ratusan alat musik yang ada. Padahal berbeda bentuk, juga asalnya.