"Jika kamu tak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan ". (Imam Syafii)
Ramadan tak hanya bulan penuh berkah. Menjadi ruang untuk berlomba melaksanakan ibadah. Namun, Ramadan juga menyiratkan makna sebagai bulan "tarbiyah" (pendidikan).
Ketika berjuang menahan lapar dan haus, sesungguhnya tanpa sadar, kita belajar dan dilatih untuk merasakan apa yang dialami oleh orang-orang di sekitar, yang nyaris setiap hari terpaksa merasakan kondisi itu, kan?
Ketika terjaga dini hari untuk sahur, atau menunggu pergerakan jarum jam yang terasa semakin lamban jelang waktu berbuka, kita belajar untuk patuh, disiplin serta menata sabar hingga waktu berbuka tiba, tah?
Ketika terjebak pada situasi konflik di tempat kerja yang bisa memancing amarah dan memperuncing masalah, kita dituntut untuk menahan ego dan emosi. Agar suasana tetap terkendali dan tak merusak nilai ibadah puasa, kan?
Tiga paragraf yang diawali kata "ketika" di atas, merujuk pada kata "menahan diri". Suatu kemampuan yang bisa saja terlupakan, saat menjalani keseharian di luar bulan Ramadan.
Berpijak ungkapan Imam syafii serta 3 paragraf itu, menjadi tuntunanku saat mengajak dan mengajarkan anak-anak ibadah di bulan Ramadan.
Tema samber THR Kompasiana hari ini, keren! Bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional.
Jadi, aku tulis, caraku mendidik anakku di rumah, ya?