Seorang perempuan muda terburu pulang pagi. Berharap cerita dini hari sekadar mimpi. Tak lagi ada aroma wangi usai jejak malam berkelahi. Tersisa sepasang mata hampa penghias wajah pasi. Ia baru saja berkisah padaku. Tentangmu.
"Aku harus sembunyi!" Bisikmu.
Dua kaki lelaki tua itu tertatih. Terlatih melupakan rasa letih. Menguji masa lalu selalu berujung pilu. Mengeja masa depan bukan isyarat sebuah penantian. Ia berharap pada satu titipan pesan kepadaku. Mencarimu.
"Aku tak akan kembali!" Pesanmu.
Di jalanan. Seorang anak kecil, terpenjara tubuh dekil. Berlarian, memburu lalulalang kendaraan. Berharap senyuman bukanlah pengganti sapaan. Terdengar tadi ia bernyanyi, esok kau pasti kembali.
"Aku pergi!" Ujarmu.
Kau diam, tak lagi bergumam. Aku terhenti di pintu sepi. Kau berpaling, kemudian menghilang!
Haruskah kuhadapi?
Tanyaku tersekat semak berduri. Seperti mereka, aku belajar mengerti. Tak ada alasan membenci. Ketika harapan satu-persatu pergi.
Curup, 30.04.2021
zaldy chan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H