"Anakmu bukan butiran air. Yang mampu cepat beradaptasi dengan wadahnya!"
Aku pasti mengingat kalimat ibuku. Nenekmu. Â Untuk meredam amarah dan resahku. Dan, kau tak pernah tahu sesalku, ketika menatap wajahmu dalam lelap tidurmu. Aku hanya ingin kau tahu. Aku akan menjagamu. Semampuku.
Â
Itu kalimatmu, jika memintaku mengantarkanmu ke sekolah. Setiap pagi, sambil menyuguhkan segelas kopi. Seiring bertambah usia, kau mulai mengerti mauku. Belajar dan berlatih bertanggung jawab serta mandiri. Tak hanya untukmu, namun bagi orang-orang di sekitarmu.
Aku tahu, itu bukan pertanyaan. Tapi caramu mengingatkan. Jika waktuku semakin sedikit untukmu. Namun, suatu saat, kuharap laju waktu akan membuatmu mengerti. Begitu banyak warna yang harus kupersiapkan, agar terwujud pelangi untukmu
Aku tak bisa menjawab permintaan itu. Aku tak memiliki pintu ke mana saja seperti milik Doraemon, figur kesukaanmu. Aku bukan penakluk badai yang mampu meredakan inginmu. Tapi, aku tak mau menjadi tembok raksasa yang akan menghalangi anganmu.
Ramadan kali ini. Masih ada waktu bagiku untuk bersamamu. Aku ingin kau merajut kisah dan cerita untuk bekal hidupmu. Menjadi perempuan tangguh. Yang diingat dan dikenang bukan dengan air mata. Tapi cinta.