"Kenapa dia begitu?"
"Mungkin ngiri, Bang!"
"Lah? Kenapa gak nganan aja?"
"Ga tahu! Makanya aku jadi nganu?"
Acapkali tanpa disadari, sejak kecil, kita diarahkan untuk menduakan sesuatu. Namun, ketika jelang dewasa, malah ngamuk-ngamuk diduakan. Ahaaay...
Misalnya? Siang-malam, pahit-manis, langit-bumi, depan-belakang atau maju-mundur yang terkadang tak cantik.
Kita terbiasa dihadapkan dengan pilihan-pilihan itu, akhirnya isi kepala malah mengabaikan pilihan-pilihan lain.

Kita gagap membedakan atau sering kali gugup menyebutkan antara warna hijau atau biru. Akan muncul perdebatan tak perlu saat menentukan merah muda, merah jambu atau pink? Hijau muda, hijau toska atau hijau pupus? Jingga atau orens (bukan orange)?
Padahal mengerti dan tahu perbedaan warna-warna itu! Namun, ketika dihadapkan dengan kondisi memilih suatu pilihan, Republik Galau dan Kerajaan Gabut tetiba menyerang isi kepala dan logika!
Kenapa bisa? Secara kiramologi, benak kita terlatih pada dua pilihan yang "dianggap" mudah. Seperti warna hitam atau warna putih. Paling jauh, hadir pilihan ketiga semisal warna abu-abu.