Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Menunggu Pelangi

16 Januari 2021   21:39 Diperbarui: 18 Januari 2021   20:33 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lelaki dan puing bangunan akibat gempa (sumber gambar: pixabay.com)

Lelaki itu berdiri di tengah sekelompok anak-anak. Mereka berlarian menghitung titik-titik hujan. Menengadahkan wajah, menikmati sentuhan alam.

"Apa yang kalian tunggu sesudah hujan?"
"Pelangi!"

Lelaki itu tersenyum. Mengusap kepala setiap anak. Sesaat ia menatap langit. Berharap, tak pernah lagi ada rasa sakit.

Lelaki itu duduk di antara anak-anak. Mereka menatap langit kemarin yang runtuh. Tertatih melangkah di antara puing setapak bumi yang luruh. Tak ada titik hujan. Hanya air mata.

"Kalian masih menunggu pelangi?"

Tak ada jawaban, pun tak ada usapan di kepala. Lelaki itu bertahan tak lagi menengadah. Namun, hati memandu rasa sakit memaksa wajah menatap langit.

Tuhan! Tak lagi ada pelangi di mata mereka!

Lelaki itu jatuh. Bersimpuh.

Curup, 16.01.2021
zaldychan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun