"Ada korban jiwa! Luka-luka juga banyak! Data pasti belum diketahui"
"Rumah dan Kantor alami kerusakan. Termasuk Kantor Gubernur."
"Akses jalan ada yang terputus, tertimbun batu. Jembatan Kuning rusak."
"Korban jiwa lebih dari 10 orang!"
Lalu lintas percakapan, respons dan info terkait Gempa Majene mulai mengalir di beberapa grup. Kukira, karena matahari pagi sudah berbagi informasi.
Pukul 20.08 WIB. Kudapatkan Sitrep BNPB.
1. Korban
Korban jiwa 42 Orang (Majene 8 orang, Mamuju 34 orang), Luka Berat 189 orang, luka ringan 637 orang.
2. Kerusakan
Rumah, kantor dan beberapa fasilitas umum mengalami kerusakan. (Masih pendataan)
3. Pengungsi lebih kurang 15.000 orang. Tersebar di 10 Titik pengungsian.
Desa Kota Tinggi, Desa Lombong, Desa Kayu Angin, Desa Petabean, Desa Deking, Desa Mekata, Desa Kabiraan, Desa Lakkading, Desa Lembang, Desa Limbua di Kec. Ulumanda dan Kec. Malunda dan Kec. Sendana.
4. Kebutuhan.
Sembako, Selimut dan Tikar, Tenda Pengungsi/Tenda Posko, Pelayanan Medis, Terpal, Alat Berat/Excavator, Alat Komunikasi, Makanan Siap Saji, Masker, Obat-obatan gawat darurat dan Vitamin, Alat Pelindung Diri (APD).
Begitulah!
Kukira, situasi tanggap darurat itu berat. Dan, semakin berat karena harus dilakukan di masa pandemi yang membatasi interaksi.
Namun, rasa kemanusiaan mesti mampu melewati situasi ini, kan?
Bencana tak akan mengenal siapa kamu, jenis kelaminmu, asal usulmu, garis politikmu, asal-usulmu, jabatanmu juga agamamu!
Udah dulu, ya?
Aku mau bertemu dengan beberapa temanku. Berbincang sekaligus menyusun rencana. Apa yang bisa dilakukan untuk membantu saudara di Majene.
Aku tak tahu, mungkin saja sesama Diary memiliki cara komunikasi tersendiri, kan?