Kusaksikan rapat pagi, dalam bayangan tipis di permukaan secangkir kopi.
Seekor kupu-kupu berkacak pinggang. Berkali berniat terbang. Namun, pantang terbang sebelum tenang.
Ratu lebah duduk dan tertunduk. Memilih diam agar amarah bisa diredam. Sengatan untuk pertahanan, bukan penyerangan.
Ratu semut, sengaja berdiri dengan dua sayap terkembang. Berharap semua mata tahu, sesungguhnya lebah dan semut berimbang.
"Kau lebah! Kerjakan saja tugasmu dalam senyap. Lupakanlah tradisi leluhurmu. Lapar-kenyang, susah-senang, marah-tenang kau mendengung! Kau lemah. Sejatamu sekali pakai, mematikan tapi kau pun temui kematian. Jadi, hentikan dengung itu! Satu lagi, jangan pernah pilih-pilih!"
Ratu lebah terpuruk! Kalimat kupu-kupu tajam menohok. Sesungguhnya, dengung itu untuk menjauhkan ancaman, bukan pamer kekuatan.
"Kau semut! Apapun usahamu, tubuhmu tetap seukuran itu. Bekerjalah sesuai porsi tubuhmu. Cara kerjamu, banyak ditiru. Jangan serakah! Satu lagi, jangan pernah ganggu yang tidur. Kau bukan nyamuk!"
Ratu semut tersudut. Dua sayapnya tetiba kusut dan berkerut. Tak membantah yang berujung ribut. Sesungguhnya bukan serakah, tapi nyaris semua makanan dirampas lebah.
"Kembalilah ke tugas masing-masing! Kalian pikir, aku tak kerja? Tugasku memastikan semua wajah dengan senyuman tetap terjaga, itu bukan tebar pesona! Susah, tapi Itu tugas mulia!"
Tak lagi bersuara, kupu-kupu terbang. Menghilang.
Ratu lebah dan ratu semut bertukar pandang. Saatnya memecah hening.
"Kenapa kupu-kupu jadi pemimpin? Padahal..."
"Semua suka keindahan, kan?"
"Iya. Tapi alam tak hanya..."
"Sudah! Terima saja. Masanya pun tak lama!"