"Akhirnya, datang juga!"
Entah siapa yang memulai. Sambutan kehormatan disertai tepuk tangan, juga sapaan terdengar silih berganti. Ibu tersenyum kepadaku.
Lelaki itu terlihat kumal, tapi terbungkus pakaian mahal. Datang dan segera duduk di dekat jendela. Posisi paling istimewa. Semua orang berusaha tenang. Menunggu titah sakti dalam cahaya remang.
"Lupakan pekan sibuk. Waktunya untuk mabuk!"
Ibu segera berlari ke dalam kamar. Botol-botol simpanan harus segera keluar. Tepuk tangan kembali bergema, saat tangan lincah ibu menyajikan menu utama di atas meja.
Ayah bergegas menebar piring-piring kaca di antara menu utama. Berisi tumpukan kacang goreng hasil ramuan rahasia. Di atas meja, tersusun bak hidangan persembahan. Pemicu kebahagiaan.
"Jangan Dangdut terus! Coba lagu nostalgia!"
Titah kedua, lelaki kumal berpakaian mahal. Kakakku, terlihat sibuk memetik gitar. Mengingat aturan standar, semua jenis lagu harus pintar. Jika tak ingin dibentak bandar.
Bagi Kakek dan Nenek, minyak dalam botol farfum bekas, malam ini harus habis terkuras. Sudah dua orang yang ditangani, masih tujuh lagi yang antri. Minyak urut itu buatan sendiri, hasil irisan bawang merah dan akar serai wangi
Lelaki kumal berpakaian mahal, berdiri di atas meja. Seperti biasa, akan mulai berfatwa.
"Mana ada minuman alkohol? Ini minuman botol!"
Tawa bergema. Suara gitar mengiringi irama tepuk tangan dan teriakan.
"Tak ada minuman keras! Kalau keras, bagaimana bisa diminum?"
Tawa kembali bergema. Kali ini, diiringi bunyi dari meja dan bangku yang menjadi sasaran pukulan.