Begitulah. Kalau berbicara tentang anak, maka orangtua akan membahas tentang "utang" pada anak. Berbincang tentang hal-hal yang harusnya didapatkan seorang anak. Baik dalam dimensi ideal atau aktual.
Utang tersebut bisa berawal dari orangtua sendiri. Bahwa, anak harus menikmati makanan yang baik dan bergizi. Jangan seperti masa kecil orangtua yang hanya makan nasi dan rebusan daun singkong.
Berutang, bahwa anak harus mendapatkan pendidikan yang lebih baik dengan fasilitas yang juga baik. Agar tak mengalami kesulitan dengan segala keterbatasan masa sekolah dulu. Jangankan uang jajan, uang sekolah saja menunggak sekian bulan.
Merasa berutang, bahwa anak harus belajar agama sejak dini. Bisa mengaji dan hapal beberapa surat dan do'a sehari-hari. Cukuplah, orangtua yang bandel dan hingga sekarang kesulitan untuk belajar agama lagi.
Karena terakumulasi semakin banyak, kemudian utang itu "dititipkan" menjadi utang pada orang lain, situasi dan kondisi saat ini, serta sistem pemerintahan dan birokrasi, yang dinilai belum memenuhi dan mendukung keberadaan juga kemajuan anak.
Karena telat, dan aku tak terlibat. Hanya bisa menikmati alur percakapan yang cenderung liar,,ditingkahi beragam meme serta emo plus stiker yang terkadang mengganggu. Namanya grup bersama, sah-sah saja dan mesti diterima, kan?
Jadi, usai maghrib tadi. Aku lontarkan satu pertanyaan lagi. "Siapa yang pagi tadi memeluk anaknya?"
Duapuluh menit, grup sunyi. Walau kulihat di info, pertanyaanku dibaca lebih dari setengah anggota grup. Hingga kemudian, satu-persatu memberikan jawaban dan komentar.
"Aku udah. Barusan!"
"Anak-anakku udah besar! Masa masih dipeluk?"