Terkadang, orangtua bersikap tak adil pada anak. Padalal, jejangan semasa sekolah dulu lebih parah! Terus, merasa bersalah dan terbeban dengan masa lalu yang mungkin menyisakan penyesalan atau rasa malu. Akhirnya, refleksi orangtua "dititipkan" pada anak!
Jika asal kata sekolah awalnya adal "taman bermain", agar anak kemudian bisa bersekolah dengan riang gembira. Lalu apa yang terjadi? Dua hal yang biasa terdengar adalah : "Kamu harus begini-begitu! Kamu jangan ini-itu!"
Percayalah! Hidup akan semakin susah, jika terbiasa melakukan perbandingan entah prestasi atau prestise. Jika menelisik sejarah pertengkaran anak manusia pertama kali di bumi, adalah akibat perbandingan tentang pasangan antara Habil dan Qabil (Anak Adam).
Terkadang, orangtua lupa, jika anak merupakan pribadi yang unik dan ajaib! Nah, orangtua secara sadar atau tidak sadar acapkali merujuk dan berbincang sosok orang lain sebagai contoh. Jika ini dimaknai anak sebagai perbandingan, maka akan membuat anak terluka!
Aku tulis satu rahasia, ya? Anak bahkan mampu menyembuhkan lukanya sendiri tanpa disadari orangtua. Gawatnya, jika orangtua sering melakukan perbandingan, anak kembali dan berkali terluka!
Keempat. Lupa, jika anak adalah subjek bukan objek.
Menurutku, ada kekeliruan yang acapkali terjadi, pihak sekolah maupun orangtua masih sering menganggap anak sebagai "titipan" yang kumaknai sebagai objek. Contoh gampang? Dengarkan saja sambutan pihak sekolah atau orangtua saat perpisahan sekolah.
"Terima kasih telah mempercayai kami untuk menitipkan anaknya di..."
"Selama kami menitipkan anak di sini, mungkin ada salah atau..."
Namun dalam hal bersekolah, anak bukanlah objek dan guru sebagai subjek! Idealnya, guru dan siswa adalah subjek (pelaku), dan yang menjadi objek di sekolah adalah pelajaran.