Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Tuhanku, Itu Mubazir!

4 Juli 2020   17:50 Diperbarui: 4 Juli 2020   17:47 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Sunyi menjauhi tebaran abu dan tumpukan puntung di piring pengganti asbak. Terburu, melewati empat cangkir beling yang tergeletak acak, menghindari lima botol arak, dan satu pemilik suara serak.

Hamil tua?

Tak sempat sunyi menyapa, saat kepak sayap kunang-kunang tersendat jendela berkaca. Luruh bersama butiran hujan yang letih, terhempas pada secarik kertas lusuh.

Sembilan atau delapan?

Seekor cicak tanpa ekor, bergerak pelan dihela barisan semut hitam. Udara kembali disesaki segerombol aritmetis bisu. Suara pecah mengeja jejak bilangan empat, enam, lima, tujuh atau satu?

Sekarang!

Sunyi melarikan diri. Membiarkan piring menjadi abu, cangkir beling terlontar ke empat penjuru, lima botol arak menerabas bak peluru, menyisakan pemilik suara serak di belakang pintu.

Panggil!
Suruh!
Bawa!
Beli!

Satu tubuh kaku menyimpan nyeri. Satu jari beku terjepit pelatuk tanpa bunyi. Sepi.

Sunyi menutup pintu. Satu titik itu, tak henti mengalir. Mengusik pintaku yang lelah menunggu, "Tuhanku, itu mubazir!"

Curup, 04.07.2020
zaldychan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun