Mungkin, saat aku baru tiba di rumah tadi, lelaki kecilku, mau berkisah pengalaman bagaimana rasanya dipangkas Abangya. Namun, aku tak "ngeh"! Jadi, sebagai Ayah, aku mesti cari strategi buat menetralisir rajukan si kecil, kan?
"Dek! Tolong Ayah, mau?"
Percayalah! Walaupun marah, anakku akan kalah dengan kata tolong, apalagi teriakan itu dari mulutku. Dari lantai atas, segera hadir lelaki kecilku, dengan wajah kusut yang anteng terpasang, namun matanya enggan menatapku.
"Beli rokok?"
"Bukan! Tolong beli kuaci, Nak!"
Nyaris berhasil sembunyikan senyuman, anakku berlari ke warung sebelah rumah. Gencatan senjata diberlakukan saat semua mulut sibuk memisahkan kulit dan isi kuaci, sambil menyimak kisah si kecil.
Aku beritahu, ya? Kuaci salah satu "senjata rahasiaku" buat si kecil. Tingkat keberhasilannya 100 persen! Hihi...
Aku merasakan, ternyata belajar menjadi orangtua, tak cukup dengan teori-teori parenting. Terkadang, teori dan praktek seperti ujaran "jauh panggang dari api." Teorinya ke mana, prakteknya di mana! Hiks...
Aku coba lakukan penelusuran di mesin pencari. Ternyata banyak tips dan trik yang menulis tentang mendengarkan. Semisal, 10 Manfaat Mendengarkan Buah Hati Anda, Pentingnya Mendengarkan Pendapar Anak, Orangtua Perlu Mendengarkan Anak. Aih, pokoke banyak!
Pada beberapa artikel yang kubaca, manfaat ketika mendengarkan anak adalah : Orangtua jadi tahu kondisi dan perasaan anak pada hari itu. Menjalin kedekatan dan keterikatan secara emosional (bonding?). Anak tahu kita hadir utuh untuknya. Serta menciptakan rasa aman dan saling percaya.