"Adek merajuk sama Ayah!"
"Hah?"
Ucapan si Sulung membuatku kaget. Isi kepalaku melesat jauh ke belakang, mencari tahu kesalahan apa yang mungkin aku lakukan dalam tiga hari terakhir. Karena aku selalu pulang ke rumah nyaris azan maghrib, dan sesudah isya pergi lagi. Pulang larut malam.
Namun, semua anakku tahu. Jika bulan seperti ini, durasi waktuku di luar rumah lebih banyak. Karena belum kutemukan salahku, maka aku tanyakan alasan dan sebab lelaki kecilku merajuk pada si Sulung.
"Adek mau cerita, Ayah malah langsung ke Kamar mandi!"
Deg! Aku menjemput ingatan saat tiba di rumah tadi. Usai parkir motor, lelaki kecil itu menyambutkku, dengan kepala yang dicukur nyaris botak. Karena maghrib, aku tak begitu perhatian dengan ucapannya. Hanya kupeluk dan sekilas kuusap kepalanya yang botak.
Awal kisahnya, saat isu pandemi covid-19 merebak, serta tempat biasa pangkas rambut tutup. Aku membeli alat cukur listrik. Karena waktu kuliah dulu, aku sempat "mempreteli" rambut teman-temanku.
Jadi, rambut anakku pun dijadikan lahan eksperimen. Nah, dalam 4 bulan masa pandemi ini, daftar antrian pelangganku bertambah, dengan beberapa keponakan. Dan, aku hanya melayani satu model pangkas rambut. Botak!
Untukku? Cukuplah buat merapikan kumis dan jenggot! Gondrongnya tak biarkan dulu.
Nah. Pagi tadi, mungkin tahu ayahnya pura-pura sibuk, lelaki kecilku ingin dipangkas sama Abangnya. Maka, sebelum berangkat, aku arahkan si Sulung. Tutorial ringkas cara menggunakan alat cukur listrik tersebut. Dan itu dilakukan si Sulung siang hari.