Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyigi Filosofi dan Tradisi Minang serta Cara Li Ziqi Melewati Ketidakpastian di Masa Pandemi

30 Juni 2020   16:14 Diperbarui: 30 Juni 2020   16:08 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua. Rangkiang Si Bayau-bayau.

Bentuknya seperti rangkiang pertama, namun lebih besar dan ditopang 6 tiang penyangga. Sesuai ukurannya, simpanan hasil panen di sini peruntukannya adalah untuk makan sehari-hari.

Ketiga. Rangkiang Sitangguang Lapa.

Bentuknya nyaris seperti Rangkiang sitinjau lauik, dengan 4 tiang penyangga. Peruntukannya hasil panen yang tersimpan, berfungsi sebagai cadangan jika gagal panen atau paceklik. Terkadang sebagai tempat peminjaman anggota kaum, dan dibayar saat panen.

Keempat. Rangkiang Kaciak.

Sesuai namanya, rangkiang kaciak bangunan terkecil, mirip pondok bertiang 4, namun atapnya tidak bergonjong. Hasil panen dari simpanan dalam rangkiang ini, adalah untuk menyimpan benih serta biaya untuk musim tanam berikutnya.

Tapi, di masa kini rangkiang jarang ditemui lagi, kan? Benar. Namun filosofi rangkiang dalam tradisi Minang belum hilang, kan?

Jika saat ini, hasil panen ditamsilkan dengan pendapatan keuangan individu atau keluarga. Maka keberadaan rangkiang, mengajarkan tata kelola pendapatan serta manajemen krisis secara komunal dan penggunaan pendapatan. Agar tak terjadi tak besar pasak daripada tiang.

Terlalu filosofis dan sukar diterapkan dalam kehidupan sehari hari?

ilustrasi saganggam bareh (sumber gambar : pixabay.com)
ilustrasi saganggam bareh (sumber gambar : pixabay.com)
Kisah "Saganggam Bareh", Simpanan menjadi Iuran Qurban

Aku ceritakan kebiasaan Ibuku, -kusapa Amak-  perempuan Minang berusia 78 tahun, yang hingga artikel ini dibuat masih memegang teguh ajaran "saganggam bareh". Dan hal ini diajarkan kepada semua anak-anak beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun