Tak seorang pun pernah membayangkan, akan menemui suasana Ramadan seperti tahun ini. ketika wabah covid-19 menjadi pembeda. Dan meluluhlantakkan pengalaman dan kenangan indah ramadan tahun-tahun yang pernah berlalu.
Tanyakan saja kepada sanak saudara atau tetangga yang tahun kemarin menderita sakit, ibu yang hamil atau baru saja melahirkan. Dalam tuntunan agama, mereka adalah golongan yang boleh mengganti dengan hari lain atau membayar fidiyah.
Sila tanya juga kepada perempuan mengganti puasa Ramadan karena istihadah (haid) atau orang-orang yang musti bolong puasana karena haris melakukan perjalanan jauh, hingga tak berpuasa.
Walau menjalankan cara puasa yang persis sama dengan durasi waktu yang sama. Jawabannya juga akan sama, suasananya pasti berbeda!
Biasanya, menjelang Ramadan adalah saat-saat yang penuh dengan beragam harap. Namun kali ini, harapan itu nyaris seragam. Agar Pandemi corona segera berakhir. Kukira, saat ini, tak lagi ada harapan terbesar selain itu, kan?
“Harapan adalah berkah spiritual yang luar biasa dari Tuhan, ang diberikan kepada kita untuk mengontrol rasa takut. Bukan untuk mengusir rasa takut itu.”
Berpijak dari itu, kutuliskan harapan-harapan pribadiku dalam Ramadan kali ini.
Pertama. Belajar tentang hari kemarin
Tak hanya kalender masehi dengan pergantian tahun. Bagi sebagian orang, Ramadan adalah ajang refleksi, evaluasi dan resolusi diri. Tanpa disadarai, bulan Ramadan menjadi pintu gerbang, kembalinya rute perjalanan tahun sebelumnya, mungkin dengan beberapa pertanyaan sederhana.
Berapa hari kita batal puasa? Apa kejadian yang paling seru atau paling menyedihkan? Jika tahun lalu bisa mudik, bagaimana dengan lebaran kali ini? berapa banyak anggota keluarga atau tetangga yang telah lebih dahulu pergi, dan tahun ini tak akan bertemu lagi?