"Belilah perahu!" Ujarmu.
Akupun sibuk menjahit bentangan hari sebagai layar paling tangguh, agar bertahan diterjang badai. Tak henti merakit pelepah waktu menjadi perahu paling kukuh, untuk berucap selamat tinggal kepada bibir pantai.
"Kau tak mampu?" Tawamu, memetik hasrat bertemu.
Aku masih menunda titik penyesalan, saat deru ombak kembali menghempas kelopak ingatan. Untuk membalut sayatan lupa di antara puing-puing luka, dan meracik barisan aksara yang tertuang hampa.
"Waktu tak pernah menunggu!" Bisikmu lirih, dan bersisa perih.
Aku masih di sini, memahat mimpi di menara sepi. Ketika senja membawa berita. Kau tak pernah ada.
Curup, 12. 04. 2020
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H