Banyak hal baru yang aku selami, ketika nyaris tiga pekan menjalani himbauan #DiRumahAja dan #WFH sebagai upaya pencegahan pandemic corona virus. Â
Begini, aku lupa siapa pemilik teori ini. Setidaknya ada 3 tahap perubahan perilaku manusia, saat berhadapan dengan ancaman. Termasuk kondisi saat ini. Ketika pandemi corona virus melanda anak negeri.
Dan itu bisa dipadupadankan sekaligus dipraktekkan. Tentu saja secara kiramologi. Aku tulis saja, ya?
Pertama. Terkejut, Cemas, Takut dan Panik!
Ini hal sangat normal dan manusiawi. Tak akan mempan teori-teori kesiapan mental. Siapapun akan merasakan ini. Apalagi, ketika akibat yang ditimbulkan masuk diksi "mengerikan!"
Ekspresi sikap dan perilaku setiap orang pun akan berbeda. Ada yang histeris sendiri, Ada yang mengajak orang lain untuk ikut histeris, atau malah sibuk teriak-teriak ke sembarang tempat. Dampaknya? Psikologis lingkungan sekitar pun akan cepat terpengaruh.
Apatah lagi, jika orang-orang yang diharapkan memandu kondisi dan situasi, tak siap, gagap  atau bahkan tak memiliki manajemen resiko. Alih-alih meneduhkan dan menenangkan, malah menebarkan kepanikan massal. Hiks...
Kedua. Belajar dan Perlahan Menguasai Keadaan.
Aku percaya, manusia makhluk yang cepat belajar! Nah, seiring dengan pengetahuan yang dimiliki. Perlahan, setiap orang berusaha menguasai keadaan. Dan bertahan agar tak hanyut pada arus kekhawatiran, ketakutan dan kepanikan yang berkepanjangan.
Menurutku, "llmu dan pengetahuan menjadi tak lagi penting, jika semua hal dianggap genting!"
Karena hakikat ilmu dan pengetahuan bukan saja sebatas pemaknaan dan pemahaman. Tapi kemampuan mengarahkan serta membentuk keterampilan untuk memilah dan memilih cara bersikap dan bertindak.
Maka, yang dibutuhkan bukan sosok yang "memiliki" cahaya terang melebihi cahaya matahari. Tapi figur yang bisa dipercaya dan mampu meyakinkan seluruh masyarakat, dengan kalimat, "Kita pasti mampu melewati badai corona ini, dan kita akan baik-baik saja!"