Angin tak pernah lelah mengajak bait-bait tunggu, mengeja pahatan-pahatan aksara biru.
Ini tentang satu garis tipis yang terpaku beku di bibirmu.
Anganku menuang keinginan menimang satu senyuman. Tapi angin kembali, dan berkali menawarkan kesunyian.
Kau di mana?
Selendang waktu terhampar lusuh di antara dedaunan tua. Merangas! Kehausan diterpa badai hampa kegersangan jiwa.
Ini tentang satu baris janji yang kusemat di hatimu.
Pada titik penantian sunyi, kubasuh larik-larik sepi. Berharap detak waktu kembali, biar kubilas titian hari demi hari.
Kau masih menunggu?
Tepian hari terhenti menyemai benih-benih mimpi. Terlelap dalam selimut kabut pagi.
Ini tentang rajut asa yang tak akan pernah usai.
Haruskah waktu terbiar mereguk rindu di pintu tunggu?