"Temani aku ke pasar, ya?"
"Hah? Ke Pasar? Mau beli apa?"
"Belum tahu! Nanti dilihat dulu!"
Pernah menerima ajakan seperti ini? Bagi para suami, bisa sangat menjengkelkan! Terbayang berjalan memutari setiap gang-gang sempit di pasar, menemani istri mencari memilah dan memilih belanjaan.
Apalagi ternyata, baru setengah jalan. Pikiran istri berubah! Tak mau ke pasar A tapi ke pasar B, dengan alasan lebih lengkap dan lebih murah. Padahan jaraknya semakin jauh dari tempat tinggal. Jika sesekali, kukira akan dimaklumi. Kalau berkali-kali?
Akhirnya, acara berbelanja bukan menciptakan quality time bagi pasangan. Namun menghadirkan cemberut dan kemelut. Atau malah cekcok sepanjang perjalanan pulang dengan ragam keluhan dan pertengkaran. Hiks...
"Makanya ditulis dulu!"
"Tapi..."
"Besok-besok ke pasar sendiri aja!"
Dari cerita di atas. Bisa saja diasumsikan dengan refleksi sederhana. Bahwa penyebab  kondisi ini ada dua. Apa saja?
Pertama. Tak ada perencanaan. Bagi istri, mendisain menu harian keluarga adalah suatu kewajiban dan tanggungjawab. Karena bersifat rutin, acapkali ide dan inspirasi olahan menu masakan untuk keluarga tercinta jadi mentok. Akhirnya malah sibuk bertanya tetangga kiri-dan kanan untuk menyerap ide.
Jika ditanyakan pada para suami. Pandangan yang tercipta adalah, acapkali bagi istri waktu lebih banyak tersita untuk memilih bahan masakan saat belanja ke pasar. Dibandingkan bingung cara memasak atau mengolah masakan. Iya, kah?
Kedua. Pergi tanpa tujuan yang jelas. Aku pribadi, juga akan menolak jika diajak tanpa tujuan yang jelas. Sama nasibnya dengan anak balita yang dipaksa untuk belajar membaca, tanpa tahu guna dan manfaat membaca. Akhirnya ogah-ogahan.
Kukira baik suami atau istri, walaupun terpaksa ikuti ajakan. Namun terasa tak nyaman karena tak ada kejelasan dan kepastian. sehingga sepanjang perjalanan, dalam hati akan meraba-raba. Seperti judul lagu, "Mau dibawa ke mana, perjalanan kita?"