"Hei! Aku orang kampung. Mana berani nulis di Kompas!"
"Kompasiana, Bang! Hajar aja!"
"Caranya gimana?"
"Cari tahu sendiri!"
Menulis adalah sebuah keberanian! Itu kalimat milik Pramoedya Ananta Toer, yang menyentilku. Hingga tanggal 29 Desember 2018, aku praktekan ucapan Pram. Hari itu, kuputuskan membuat akun di Kompasiana dan posting perdana. Dan hari ini, tepat satu tahun aku di sini.
Bermodal kalimat "hajar aja!", Aku seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru. Sejak itu, aku menulis setiap hari, entah puisi, cerpen atau artikel lain. Tanpa mengenal waktu, yang penting posting! Bahagia rasanya saat melihat ada komentar atau rating dari teman-teman yang hanya bisa dilihat foto dan statistik artikelnya.
Seperti keluar dari tempurung! Aku terkagum dan merasa rendah diri, ketika membandingkan tulisanku tak seelok dan seindah Kompasianer lainnya. Tapi Kompasiana adalah sekolah terbaik untuk menulis bagi orang-orang sepertiku. Dengan guru-guru luarbiasa yang lalulalang setiap menit. Â Â
Dengan ponsel jadul sebagai senjata menulis, Setelah 200-an artikel. Aku baru sadar ada label pilihan atau artikel Utama! Parah, ya? Menggunakan rumus trial and error, aku mulai belajar merapikan tata bahasa, tata letak dan memilih foto.
Hingga hari ini. Satu tahun di Kompasiana, pada statistik akunku, tertera angka 854 artikel. Â Jadi kaget juga, bisa sebanyak itu. dan jangan tanya, aku belum menemukan alasan atau jawabannya. Â Walaupun acapkali berkelahi dengan sinyal parah jika hujan, karena kota Curup tempat tinggalku ada di kaki Bukit Barisan.
Nah! Biar tak susah sendirian, perlahan kuajak satu-persatu temanku. Biar sama-sama terbenam dan tenggelam di Kompasiana. Setidaknya hingga saat ini, ada 10 orang teman satu kampungku yang masih aktif menulis di Kompasiana. Malah, mereka lebih keren dan jagoan serta sering berlabel Artikel Utama. Rasakan!