Desau angin pernah mengajakku, menimang sebutir embun yang terperangkap di musim kemarau.
Saat itu, detak waktu mengajakmu mereguk satu titik persinggahan. Meninggalkan syair-syair biru kerinduan, menyisakan sajak-sajak pilu tentang kehilangan.
Satu persatu, tanpa pernah kau tahu.
Jika keberadaan menyatu dalam ketiadaan. Akan kuhimpun aksara-aksara penghapus keresahan, agar tak melahirkan kata-kata pengikat harapan.
Saat belantara impian, memelukmu erat dalam kebahagiaan yang tak disangka. Tak berjejak, lesatan bayangmu menjauh tanpa pernah kuduga.
Pada makna yang gagu, kusimpan rindu dalam tunggu.
Curup, 25.12.2019
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H