Terlalu banyak suara mengotori udara kota. Menciptakan riuh dan gemuruh kata. Tentang hal aktual, faktual, penting, genting, hingga dianggap receh dan remeh. Sepasang kunang-kunang terkurung di dinding hening, tak sempat bergeming.
Suara kota sibuk berkata-kata menciptakan kota suara, tak henti berebut simpati massa. Tak lagi bergantian, tapi berebutan! Setiap pemilik suara merasa perlu bersuara dan berkata.
Sejak dari puncak tertinggi hingga paling rendah. Dari terjauh sampai yang terdekat, materi urusan yang dikuasai atau sekedar modal nekat. Tentang cara menanam sayur, memakan telur hingga menciptakan air mancur.
Semua berteriak! Berebut paling kencang! Merasa paling layak didengarkan!
Tak lagi banyak ruang untuk mendengar, tak lagi ada ruang untuk merenung, dan tak lagi ada kebenaran yang benar. Semua suara merasa paling benar dalam kebenaran, berselimut mantel ketenaran.
Suara-suara tergeletak bersambat, terserak di sembarang tempat. Menyemai benih-benih saling curiga, memupuk rasa tak saling percaya. Melahirkan bermacam pertikaian, aneka pertengkaran, dan ragam perselisihan.
Menciptakan noise! Perlahan menjadi sampah dan remah-remah amarah.
Mungkin berat menjejak bumi dalam sunyi. Meneliti dengan menyigi hati. Menghitung langkah tak menyakiti, mengukur tindakan tak tersakiti.
Sepasang kunang-kunang berpelukan tanpa sapa, bertukar tatap menyimpan kalimat tanya, "kau siapa?"
Curup, 24. 12.2019