Aku membacamu.
Dari kerelaan butiran embun yang mengusir kabut pagi menyelimuti dedaunan jati. Tak jeri menanti serpihan cahaya mentari, pun tak peduli esok kembali atau terhenti dalam sunyi. kuingin seperti embun untukmu.
Aku mengingatmu.
Dari ketulusan embusan angin yang mengajak gumpalan awan, mengusir kemarau dan menjatuhkan rintik-rintik hujan. Tak tampak dalam batas jarak pandang, pun tak peduli arakan sanjungan. Hanya rasa, satu-satunya cara mengetahui ia ada. Akupun ingin seperti angin untukmu.
Aku mengenangmu.
Dari keindahan binar matamu yang tak lelah membujuk angan, melukis jejak diorama sepi menjadi kebahagiaan. Tak pasrah menapaki lika-liku perjalanan, pun tak kalah merawat duri-duri kehidupan. Kuingin kau bersamaku.
Mungkin nanti.
Ketika detak waktu kembali mengajakmu mereguk madu rindu, pada satu titik persinggahan tunggu.
Curup, 12.12.2019
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H