Minggu kemarin, kuajukan anak-anak dengan lisan cadel untuk bercerita kepadamu, berkisah tentang sarapan setiap pagi yang selalu terburu-buru. Ketika anak panah waktu yang melesat tak henti memburu matahari, agar mampu melompati gerbang sekolah usia dini untuk berucap kaku, "selamat pagi, Ummi!"
Kusaksikan. Engkau diam-diam mengundang airmata untuk menemani hati, menyimak perbincangan tentang sepi.
Minggu sebelumnya, kuajak engkau menemani anak-anak berkunjung ke taman buatan akhir zaman. Memandangi ragam jenis bunga, aneka spesies binatang yang terlepas dari jajahan kolonisasi hewan sebagai bahan pajangan.
Kulihat. Engkau menyimpan penyesalan mendalam di perjalanan pulang, ketika anak-anak menagih ulang cerita usang tentang kunang-kunang.
Minggu ini, di kamarmu yang beraroma wangi melati. Di dalam lemari kayu berbahan jati. Kujumpai persembunyian setumpuk artefak suci yang tersusun rapi. Tentang pelukan cinta yang tenang dan menyenangkan. Tentang rengkuhan kasih sayang yang menenangkan. Dan tiga helai  kain putih sebagai tanda perpisahan.
Hari ini. Engkau tak lagi perlu diam-diam mengundang airmata dan menyimpan penyesalan untuk anak-anakku. Biarlah laju waktu berlalu mengeja doaku untukmu.
Curup, 05.12.2019
zaldychan  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H