aku bisa saja memajang kenangan usang di lemari ingatan. tertata seperti susunan pakaian, terkadang rapi dengan beberapa lapisan atau sekedar tertumpuk agar tak berserakan. begitu juga kenangan tentangmu.
aku masih mengingat goresan tanganmu, pada sehelai kertas putih bertinta biru. tak bersampul, tergesa kau selipkan di saku bajuku. tersisa segaris senyummu saat kau tinggalkan pesan untukku, "bacanya nanti, saat aku pergi!"
akupun masih lekat mengingat hari itu. ketika bulir bening airmatamu harus hadir untukku. bagiku, pertemuan itu adalah menanti kepastian, bagimu sebuah keputusan.
tak perlu mencari tahu sebab kau wakilkan jawabmu, pada sehelai kertas putih bertinta biru. pun tak perlu membaca tanda-tanda alam untuk menemukan alasan, menyatukan seribu satu keinginan bermakna ikatan.
tujuhpuluh dua purnama berlalu, saat semua legam malam yang menemani sepiku, juga pada deretan aksara namamu yang terpahat suci di hatiku.
di mana pun adamu, masih kueja gores tanganmu itu. tanpa sehelai kertas putih bertinta warna biru. kuingin angin membawa bisikan lirih jawabku untukmu, "saat ini, aku masih mencintaimu"
Curup, 05.10.2019
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H