mungkin aku keliru, jika menganggapmu sebagai prasasti. bukan hanya tanda atau simbol dari penyatuan hati. jauh sebelum hadirmu, telah kurangkai seribu satu andai tentangmu.
semua impian yang tak mampu kuraih, kusandarkan padamu. semua duri yang menghalangi, kujauhkan darimu. Agar tak kau tak alami yang kurasakan, biar kau selami kebahagiaan.
kau belum sempat mengerti, ketika garis waktu merancang jalannya sendiri. kau pun tak perlu pahami, alur hidup mesti dilalui. namun kau pasti tahu, aku akan menjagamu.
banyak larik puisi yang teringat, namun tak mampu dituliskan. banyak air mata yang tergenang, dan tak mau disembunyikan. kau hadir, ketika angan ditelan keadaan. dan, harapan terkikis tangisan.
kusimpan kata maaf padamu, hingga akhir batas tunggu. bila aku mengajar sekaligus menghajar. jika aku mendidik sekaligus menghardik. kuingin nanti, kau bukan imitasi.
Curup, 23.07.2019
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H