Usai shubuh. Aku sibuk menyusun buku referensi. Dimasukkan ke dalam dua tas besar. Sebagian kecil kubeli, ada juga pinjaman dari pustaka daerah, pustaka fakultas, juga pustaka universitas. Tapi, mayoritas buku hasil negosiasi panjang pinjam ke pembimbing. Ditambah dua bundel map, guntingan kliping koran nasional. Hasil gigih berburu di pasar loak lantai dua Blok A Pasar Raya.
Dua hari. Pipinx juga ajo terlibat dalam penyisiran buku referensi. Dua hari juga, kamar kost berbentuk kapal pecah. Pipinx tak ajukan protes. Karena tahu penyakitku jika situasi begitu. Secara acak, kuperiksa lagi.Â
Antara daftar pustaka skripsi dan kertas kecil berwarna di buku, tulisan tanganku. Sebagai penanda di setiap buku. Biar efektif saat ditanya penguji. Aku bisa segera ajukan buku beserta halaman yang dimaksud.
Lewati jam tujuh. Pipinx muncul dari kamar mandi. Tak langsung berganti baju, tapi duduk di kasur. Memperhatikan kesibukanku. Tertawa melihat tas di sampingku. Sambil meraih teh di gelas besar, mereguk isinya. Serta menyalakan rokok. Pipinx menatapku.
"Sudah semua?"
"Iya!"
"Dua tas? Naik angkot?"
"Bis kampus aja!"
"Hah?"
"Berangkatnya nanti, lewat jam delapan! Kan mulai sepi?"
"Oh!"
"Biar buku ini rasakan siksaan. Rebutan naik bis kampus!"
"Haha..."
"Sekalian nunggu Nunik!"
Pipinx tersenyum. Berganti baju. Saat kunyalakan rokok, suaramu terdengar di pintu rumah. Aku terkejut. Tak berbaju, masih bercelana pendek. Kutatap Pipinx. Gelengkan kepala, sambil menunjuk baju yang akan dikenakan. Terdengar lagi suaramu ucapkan salam. Aku garuk kepala. Pipinx tertawa.
"Salaaam! Masuk, Nik! Langsung duduk, ya? Mas mandi duluuu..."
Tawa Pipinx pecah. Kumatikan rokok. Segera ke kamar mandi. Pipinx keluar menyambutmu. Agak lama. Usai mandi, kukenakan baju putih lengan panjang dan celana hitam. Secukupnya mematut diri. Aku segera keluar. Kau tersenyum menatapku. Pipinx tertawa.
"Jas dan kopiah, Mpuanxs?"
"Nanti aja!"
"Udah cocok, Mpuanxs!"
"Hah?"
"Nunik juga putih hitam! Usai sidang. Langsung ajak Nunik ke KUA!"
"Diam!"
Pipinx berdiri sambil tertawa. Kau juga. Pipinx segera ke belakang. Masih sempat lakukan gerakan menghindar dari kepal tinjuku. Aku duduk di sisimu. Kau ubah posisi dudukmu, menatap mataku.
"Malam tadi. Pukul berapa sampai rumah, Mas?"
"Setengah sebelas!"
"Masih hujan?"
"Di angkot, gak!"
"Haha..."
"Jadinya, Mas basah kuyup sampai rumah."
Kau tertawa. Matamu tak lepas menatapku. Kubalas tatapmu. Beberapa saat menunggu. Tak ada suaramu. Sambil tertawa, kuacak kepalamu.
"Kenapa lihat Mas begitu?"
"Gaak..."
"Kagum, ya?"
"Haha..."
"Tapi, modal Mas cuma celana! Sepatu, baju, jas dan kopiah minjam!"
"Haha..."
"Mas lupa! Ada dua! Eh, tiga!"
"Apa?"
"Skripsi?"
"Satu lagi?"
"Nunik?"
Berhasil! Cubitmu hari itu, jadi sarapan pagiku. Wajahmu memerah. Aku tertawa. Segera berdiri. Kau kutinggal di ruang tamu. Kuambil rokok di kamar. Kembali kau kutemui, dan duduk di kursi yang sama. Kunyalakan rokokku.
"Mas belum tidur?"
"Jam tiga! Setengah lima bangun lagi."
"Mata Mas merah!"
"Tadi, selesai mandi. Mas kasih lipstik!"
"Haha..."
"Nik sudah sarapan?"
"Mas?"
Kuacak kepalamu. Kau tersenyum. Aku sering lupa. Ada beberapa hal, termasuk urusan makan atau minum. Harusnya tak usah bertanya. Acapkali, kau akan balik bertanya. Aku serius menatapmu.
"Ruang sidang. Persis di sebelah kantin! Nanti sarapan di situ, mau?"
"Iya!"
"Ke Kampusnya, sekitar jam delapan!"
"Iya."
"Nik do'akan Mas?"
"Iya!"
"Nik sayang Mas?"
"Iya! Eh, Mamaaas.."
"Haha..."
#Nik
#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJustaintEnough #BorntoFight #ThereisaWay #SpeakYourMind #UnforgettableMoment
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H