"Beneran mau bantu?"
Terdiam. Kau menunggu. Kuajukan telunjuk ke mataku, kemudian ke matamu. Sebuah isyarat. Agar kau hapus sisa beningmu. Kau coba tersenyum. Segera lakukan inginku.
"Kapan Nik tak nangis lagi?"
Tak kau jawab. Aku tahu, tanyaku keliru bagimu. Tapi harus kuajukan. Berkali, kuhadapi beningmu jika bersamaku. Tanpa aku tahu. Tak bersebab, terkadang tak ada penjelasan. Jikapun ada, itu melalui surat. Sudah daluarsa bagiku.
"Mau jawab?"
"Nik, gak tahu!"
"Oh! Gak usah jawab!"
"Kemarin, Nik marah!"
"Hah?"
"Mas tak balas surat! Nelpon juga gak..."
"Marah aja, sekarang!"
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!