hening sejak tadi memeluk sunyi, denting hujan terbiar memagut sepi. tabir langit dikuak desir angin yang mengabarkan kematian pada akhir senja. lelaki itu berdiri di depan pusara, mengubur luka.
duapuluh butir kerikil kecil tersimpan di saku celana yang terbalut dekil, penanda hempasan purnama tak henti melanda. senja, pun sejak tadi beranjak tanpa kata. lelaki itu, menggenggam bongkahan tanah merah, menanam airmata darah, menyerah kalah pada pasrah.
segenggam kata tak selesai mengurai asa, berharap pada deretan pagu waktu yang bersisa. menanti satu kerikil kecil usai purnama, menggenapi keganjilan angka duapuluh satu. bersama luka, lelaki itu menggali makna, dari semua bentuk cara serta himpunan doa.
udara dingin tak sungkan menemani, menelisik masuk menjalar setiap lubang pori-pori. lelaki itu menabur bunga, beranjak menjauhi pusara, tertawa menjemput lupa.
Curup.20.05.2019
zaldychan
[21 Tahun Reformasi]
[111 Tahun Kebangkitan Nasional]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H