terima kasih, sudah tak lagi lakukan aksi. itulah gunanya perut dan seluruh sakumu dijejali asupan gizi. tak perlu bereaksi dan berkreasi kecuali tercerabut subsidi. toh, hidupmu yang sepanjang itu penuh aneka subsidi. dari orangtua, yayasan nirlaba, negara dan pemilik dunia! jika habis, tinggal minta.
terima kasih, untuk sikap patuh pada orangtuamu, untuk belajar dengan sangat baik, untuk mencontoh dengan amat baik-baik dari pemimpinmu. sehingga untuk memulai mimpi, kau pun butuh persetujuan, dari para pemimpi.
terima kasih, kepada kedua orangtua kau santun dan hormat. sehingga tanggal lahir orangtua dan nama kakek nenekmu kau tak perlu ingat. masaku dulu, kurang ajar dan binal! silsilah keluarga harus hafal dan dikenal.
terima kasih, begitu peduli dengan keprihatinan bangsa ini. hingga kau tanggalkan jubah kesombongan dan keangkuhan, rela meminta uang di jalanan dan persimpangan, kau belikan dan bagikan aneka makanan, kau sebarkan foto di keramaian. menyimpan rasa, berharap bak pahlawan.
terima kasih, atas segala penghormatan yang terlahir dari cara dan gayamu. bagimu, penting menghormati dan mengabadikan hidangan di meja makan. masaku dulu, jika tesedia segera dihabiskan.
terima kasih, sudah menyadari bagaimana kerumitan negeri ini. hingga kau sulit membedakan Sumatera Barat dan Padang, Indonesia dan Asia, juga kau anggap Kalimantan sebagai anggota Asean. Masaku dulu, jika sepertimu, bisa dua tahun di sekolah dasar tak naik kelas.
terima kasih, sudah sekuat upaya, budaya dan adat istiadat bangsa dijaga. kau biarkan sentiasa utuh, hingga acapkali tak tersentuh. masaku dulu, perbedaan menyatukan, bukan bersatu mencari perbedaan.
ah, sudahlah! mungkin ingatanku sudah menjamur. salahku, dulu kepala acapkali berjemur.
aku yakin, kau tak perlu terburu-buru mengubah kebiasaan itu. pun, tak usah sibuk jejali isi kepalamu dengan diksiku.
mari nikmati kopi yang telah diseduh. kau tak perlu lagi melihat tembok Berlin runtuh.
Curup, 14.05.2019
zaldychan
[puing reformasi]