merelakan yang hilang, dan melupakan yang pergi. tak semudah, kau petik sekuntum melati untuk kemudian layu dan kau biarkan mati. hingga berujung tanya tak berjawab pada muara kata, biarlah berjalan apa adanya, berlalu dengan semestinya dan berakhir dengan seharusnya. mengapa harus ada airmata?
aku mengerti, bulir bening itu tak sedang melumasi indah bola matamu, tak juga sebagai benteng diri dari luka berbentuk butiran debu. tapi hempasan selaksa jiwa, namun tak mampu diwakili kasat raga. terperangkap gundah dalam kepiluan, berwujud resah di bilik pasrah tak bertuan. dan, kau mengingat tuhan?
tak mungkin tinggal dan bertahan dari badai keinginan. bila lika-liku kemauan, terganjal arah penentu di persimpangan. kuajak, kau bersandar doa sebagai bala bantuan. Tuhan pasti menggenggam doa. dan akan melepas satu-persatu jawaban itu, tanpa kau tahu. kau tak kan pernah tahu!
Curup, 22.04.2019
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H