Terus, kenapa ditulis perang dingin? Gegara kita suka terjebak memutuskan antara Keinginan dan Kebutuhan. Atau malah "berubah haluan" di tengah jalan. Sesuatu yang awalnya hanya sebuah keinginan, malah menjadi kebutuhan. Dan sesuatu yang berkategori kebutuhan, dimasukkan kategori keinginan.
Bagiku, tak masalah selagi keinginan atau kebutuhan itu terpenuhi. Toh, syaratnya gampang, kok! Memiliki kemampuan sumber daya atau kapasitas yang mumpuni untuk memenuhi keduanya. Iya, kan?
Kegagalan Hadirkan Kecurigaan?
Pertanyaan lanjutannya adalah, bagaimana jika Keinginan dan Kebutuhan itu tak dapat dipenuhi atau alami kegagalan? Rasa Kecewa? Atau menyesal? Dalam kelirumologiku, kecewa dan menyesal itu hasil saat keinginan dan kebutuhan tak sesuai harapan. Dan itu manusiawi, kan?Â
Pasti keren, jika seseorang mampu ikhlas atau bersikap nrimo. Biasanya memiliki kecendrungan untuk intropeksi diri. Melirik setiap cermin untuk mematut diri. Jejangan hal itu, bersebab dari dirinya.
Susahnya, jika tak bisa legowo menerima kenyataan. Bahwa Keinginan atau kebutuhan itu tak dapat terpenuhi. Dan mulai melirik ke ranah eksternal menjadi penyebabnya. Disinilah penyakit curiga kerap hadir.Â
Dalam kbbi.web.id kata curiga memiliki dua makna. Berhati-hati atau waswas. Bisa juga tak percaya atau sangsi terhadap kebenaran dan kejujuran. Tuh, gawat bin dahsyat, kan?
curiga itu berawal dari hal-hal yang tidak disampaikan secara terbuka; karena di sanalah sumber segala kekacauan. Jean Paul Sartre ,Penulis, filsuf dan Peraih Nobel sastra (1964).
Jika penyakit curiga yang hadir. Apapun  argumentasi yang diajukan, entah itu detail data atau paparan fakta. Semua dilibas dan tak lagi berguna! Karena olah rasa tak lagi disopiri logika.  Tapi rasa curiga akibat Keinginan dan Kebutuhan itu tak terpenuhi.
Rasa curiga, mampu mengubah seseorang tanpa perlu mantra menjadi posesif, paranoid bahkan depresi. Akan hadir saling tuduh. Saling mengejek, pilih-pilih teman, bicara tak lagi paparan fakta. Sing penting, semua salah!