"Hingga hari ini, Indonesia masih "terjebak" pada penanggulangan Tanggap Darurat Bencana. Bukan pada Pengurangan Risiko Bencana."
Dua hari, Anak negeri kembali dilanda Bencana. Banjir bandang di Sentani yang merenggut puluhan jiwa, gempa di Lombok Timur. Dan, saat artikel ini dibuat. Aku mendapat Info di grup WA, teman-temanku di Jokyakarta dilanda banjir.
Hingga hari ini, Indonesia masih terjebak pada mekanisme penanggulangan bencana. Bukan pada Pengurangan Risiko Bencana. Kenapa bisa begitu?
Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik. Yaitu, lempeng benua asia, benua australia, lempeng samudra hindia dan samudra pasifik. Pergerakan antar lempeng inilah pemicu acapkali terjadinya gempa juga tsunami.
Di Indonesia juga tedapat Volcanic Arc biasa dikenal dengan Istilah Ring of fire. Saat ini, terdapat 129 gunung berapi yang masih aktif dan 500 dalam kategori tidak aktif. Angka itu 13% dari gunung aktif di dunia.
Dengan wilayah yang terletak di garis khatulistiwa dan beriklim tropis. dengan mengenal dua musim panas dan hujan. Mengakibatkan perubahan cuaca, suhu dan angin cukup ekstrem. Efek buruknya, Indonesia rentan bencana Banjir, longsor, kekeringan juga kebakaran lahan atau hutan.
Tiga hal diatas, adalah bahaya alam (natural hazard), ditambah dengan masih minimnya pengetahuan, pemahaman serta informasi  tentang kebencanaan di Masyarakat. Akibatnya, Masyarakat menjadi rentan terdampak bencana.
Hal terakhir, dengan pengetahuan yang kurang, maka kapasitas masyarakat pun akan rendah untuk melakukan tindakan pengurangan resiko bencana.
Pada level kebijakan, Indonesia sudah menyiapkan perangkat Pengurangan Risiko Bencana. Mulai dari mekanisme terpadu  dengan menyusun Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana Nasional (RAN-PRB), pembentukan struktur dan lembaga dari level pusat hingga di pedesaan. Juga peningkatan kapasitas sumber daya manusia.