Siang itu jadi hening. Aku diam menatap halaman. Gelas terisi setengah, masih di tanganku. Kau menunduk. Tanganmu memegang teko. Banyak hal, mesti diujarkan. Namun, takkan cukup waktu. Suaramu, terdengar.
"Kenapa tak balas surat? atau memberi kabar?"
"Hah!"
"Kenapa biarkan. Nik Menunggu?"
"Eh!"
"Nik, tak bisa Jawab suratmu.Pikiran Nunik kacau. Tak tahu, harus nulis apa! Cuma lirik lagu itu. Belum lagi mau ujian semester. Makanya, Nik minta do'a. Tapi tak ada surat ..."
Aku menatapmu. Kau berhenti bicara. Tak melihatku. Nada suaramu lirih. Aku mengerti ucapanmu. Itu caramu ungkapkan hatimu. Kau berusaha menahan rasamu. Bahumu bergerak pelan. Akhirnya. Bening itu hadir untukku. Kubiarkan. Tak ada yang harus dijelaskan. Mungkin nanti. Teras itu terasa sepi.
"Sudah?"
"Eh?"
"Aku datang. Bukan untuk tangismu!"
Suaraku pelan tertahan. Aku yakin, kau mendengar ucapanku. Perlahan, kau usap matamu dengan ujung jilbabmu. Kau mencoba menatapku. Cuma sesaat. Lagi, kau kembali menatap lantai.