Manusia dan tumbuhan seumpama cabe, sama-sama makhluk hidup, kan? (ini pertanyaan atau pernyataan aneh, ya? Haha). Tanaman cabe memiliki fase persemaian, pembenihan, penanaman, perawatan atau pemeliharaan serta panen yang terukur. Dan hasil panennya pasti cabe!
Tapi, tidak dengan "Menanam" manusia. Walaupun mengikuti prosedural yang sama, dengan fasilitas dan kapasitas yang sama, Hasil bisa saja berbeda, kan? Kok bisa?
Gegara, terjebak dengan kalimat "memanusiakan manusia". Semisal dunia pendidikan atau dunia kerja acapkali menggunakan ukuran-ukuran fisik atau ragawi (kasat mata). Maka, "dianggap" berhasil memanusiakan manusia.
Jika memakai pemikiran Imam Al Ghazali dalam kitab Tahzibul Akhlak. Manusia memiliki tiga unsur yaitu Akal (pikiran), Hawa' (Keinginan) dan Amarah (emosi). Semuanya kategori psikis (tak kasat mata). Jadi, menilai manusia dengan melihat "apa yang menjadi sopir" dari ketiga unsur itu.
Versiku, menanam manusia adalah mengajak setiap individu untuk berjibaku, agar pandai memilih dan mengatur secara bijak. apa yang dianggap sopir diantara ketiga unsur jiwa itu pada ruang dan waktu yang tepat. Ukuran keberhasilannya? Kebaikan dan Teladan pada moral atau akhlak seseorang.
Lebay? Tidak! "Menanam" manusia bukan menanam cabe! Karena yang menanam pun, terkadang tak tahu masa panen. Bisa cepat atau lambat. Bahkan, bisa jadi yang menanam tak pernah sempat melihat atau menikmati hasil panen berbentuk manusia itu. Hehe...
Aih! Terserah pembaca mau mencari umpama, misalan, contoh dan apapun itu! yang penting tak melupakan untuk menanam manusia, sekecil apapun upaya itu, lakukan saja!
Atau, lupakan sajalah kajian teoritis, jika malah terkurung di area statis! biarkan, yang mengeluarkan Quote ini yang repot menterjemahkan posisi kita! Atau, lupakan saja tulisan ini! Ahaaay...
Curup, 07.03.2019
zaldychan
ditulis untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H