Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Terkadang Penumpang Bus Hanya Berucap "Aku Kudu Piye?"

5 Maret 2019   11:11 Diperbarui: 11 Maret 2019   17:52 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. tiket sama, perusahaan sama, tapi fasilitas dan kualitas layanan bisa berbeda (Sumber: poskota.com)

"Fungsi awal kendaraan itu untuk mengantar ke tempat tujuan."

Itu, quote buatanku saja. Gegara banyak motivasi orang-orang memfungsikan kendaraan bukan lagi sekedar mengantar ke tempat tujuan. Tapi agar lebih cepat. Dulu ada ujaran "Biar Lambat Asal Selamat" ditukar menjadi "Biar Cepat dan Selamat". Akhirnya, memilih menginjak gas dalam-dalam. Resikonya? Terkadang selamat, tapi juga bercanda dengan maut, kan?

Bagi pemilik dan sopir kendaraan pribadi, motivasinya bisa saja tentang hitungan waktu dan biaya, atau bisa juga agar lebih cepat sampai di rumah. Dan segera menikmati istirahat.

Bagi pemilik dan sopir perusahaan kendaraan transportasi Umum. Tak hanya berhitungan tentang waktu, juga berdampak pada jumlah trayek atau rit. Tentu saja berakhir pada angka-angka pemasukan dan keuntungan, tah?

Terus penumpangnya bagaimana? Acapkali, hak-hak penumpang terabaikan. Bukankah selamat sampai tujuan, adalah hak penumpang? Ketika "perjanjian" melunasi harga tiket. Artinya pemilik kendaraan yang diwakili sopir mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak penumpang, kan?

Ini versiku, ya? Itu hanya salah satu, yang terfikir saat aku mengantar anak. Memilih menaiki Bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP). Dari Curup-Bengkulu menuju Kota Padang-Sumatera Barat. Hal yang belasan tahun, tak lagi kulakukan.

Perjalanan via darat yang menempuh 14 jam perjalanan itu, masih bisa ditemui hal-hal "ajaib" yang masih bertahan sejak belasan tahun lalu. Biarlah berbagi. Siapa tahu, ada yang pernah alami hal yang sama. Ahaaay..

Ilustrasi. tiket sama, perusahaan sama, tapi fasilitas dan kualitas layanan bisa berbeda (Sumber: poskota.com)
Ilustrasi. tiket sama, perusahaan sama, tapi fasilitas dan kualitas layanan bisa berbeda (Sumber: poskota.com)
Harga Tiket Sama, Kualitas dan Fasilitas Layanan Belum Tentu Sama.

Jamaknya, calon penumpang transportasi Umum via darat, laut ataupun udara. Akan dihadapkan dengan tarif tiket, kan? Aku membeli dua tiket. merogoh kocek Rp. 235.000 untuk setiap lembar tiket dari Curup tujuan Padang. Mahal? Relatif, kan? Toh tak ada pilihan lain. Haha..

Normal, tah? Iya, kalau di urusan tiket. Terus bedanya? Saat berangkat, bisa jadi karena dapat bus yang baru. Senyum Awak bus yang ramah dan cekatan melayani penumpang. Aroma wangi penuhi tercium di dalam bus, AC berfungsi dengan baik. Di setiap bangku, ada selimut dan bantal kecil. Di dinding deret bangku penumpang, tersedia kabel charger untuk HP. 

Asyiknya, disediakan wifi gratis untul live streaming berbagai menu yang sudah disediakan oleh perusahaan. Tinggal memilih menu, menonton film berbagai genre, drama Korea, atau videoclip lagu-lagu Indonesia dan Mancanegara, lumayan untuk mengusir bosan, kan? Apatah lagi, kamar kecil pun mirip-mirip di hotel berbintang.  Hehe...

Karena itu, Saat pulang aku kembali percaya dengan bus yang sama. Dengan harga tiket yang sama. Yang terjadi? Berbanding lurus saat berangkat. Penumpang berhadapan dengan Awak Bus yang "serem", Aroma di dalam bus bercampur wangi kamar kecil, yang pintunya tak bisa terkunci rapat. Jaringan Wifi, colokan charger juga setelan AC tak lagi berfungsi. Masih untung, Selimut dan bantal kecilnya masih wangi. Haha..

Terus aku kudu piye? Dalam tataran ideal, kalo membeli barang, dengan harga sama. Tentu barangnya harus memiliki kualitas yang sama, kan? Lah, kalau bicara transaksi jasa? Aih, sudahlah! sebagai penumpang, bisa apa? yang penting sampai tujuan, kan?

Ilustrasi. Titik Pemberhentian, penumpang terkadang dianggap turis lokal (Sumber: otolibs.com)
Ilustrasi. Titik Pemberhentian, penumpang terkadang dianggap turis lokal (Sumber: otolibs.com)
Penumpang Bus Itu, Wisatawan Lokal Dadakan!

Kenapa begitu? Kukira semua pernah alami. Pemilik perusahaan, biasanya sudah menetapkan titik pemberhentian, agar awak bus juga penumpang bisa Istirahat dari penat di dalam Bus, melakukan sholat, untuk makan dan minum. Tentu saja menikmati asap rokok bagi yang merokok, kan?

Akibat "deal" tempat pemberhentian itu. Akan ada hubungan simbiosis mutualisme, kan? Terkadang aku curiga, apapun yang dinikmati oleh Awak bus, "dititipkan" kepada penumpang. Semoga Itu, hanya berdasarkan ilmu kira-kira yang kumiliki. Haha..

Bayangkan, segelas kopi biasa. Kalau normalnya segelas paling mahal Rp. 5.000,- bisa menjadi Rp. 8.000,-. Semangkuk Mie rebus dihargai Rp. 15. 000. Coba saja makan dengan cara dihidangkan berbagai jenis lauk-pauk memenuhi meja. Dan kita makan dengan telur dadar di campur sedikit kuah ayam. Maka diakhir, bisa saja kita menerima nota makan Rp. 50. 000!

Konsep Itu juga berlaku, untuk pedagang di sekitar rumah makan. Jangan kaget! Karena kita sudah dianggap turis lokal, dengan banyak uang dan layak membayar mahal. Kok bisa? Karena "mental" yang sudah terasah sejak dulu! Kapan lagi menarik keuntungan dari wajah-wajah baru, kan?

Tak usah berharap penjual atau pemilik rumah makan, akan berfikir sajikan yang terbaik agar pembeli kembali! yang ada, adalah kalau tidak sekarang, kapan lagi? Siapa tahu, pelanggan datang hanya sekali! Ahaaay..

Makanya, ada juga beberapa penumpang yang membekali diri dari rumah, sebagai antisipasi agar tak alami hal seperti ini, kan? Sekali lagi, penumpang akan bilang aku kudu piye? Haha..

Pilihan terbaik bagi penumpang sepertiku, adalah menganggap itu sebagai "resiko" perjalanan, kan? Ya udah, sing penting sampai ke tempat tujuan.

Kukira, hal ini juga dialami walau tak persis sama, moda transportasi lainnya, kan? Ingin berharap lebih, agar hak-hak penumpang diindahkan karena sudah membayar tiket sebagai kewajiban. Peluru itu, dihadapkan pada siapa? Jadi, ya gitu..

Curup, 05.03.2019
zaldychan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun