Dulu, saat usia sekolah dasar pernah melukis pemandangan, kan? Biasanya, akan ada yang melukis suasana pedesaan, dengan dua atau lebih sketsa pegunungan dan matahari. Kemudian ada jalan. Baik dari tengah, atau sudut kiri kanan ujung garis sketsa pegunungan. Pun tak lupa, membuat petak-petak sawah atau satu dua pondok kecil. Itu, bagi anak-anak yang tinggal di desa.
Jika anak-anak tinggal di daerah pesisir pantai, akan melukis suasana tepi pantai dengan satu atau dua perahu kecil, memiliki layar serta bendera kecil merah putih di ujung tiang layarnya. Pernah melihat itu?
Anak-anak di kota besar, lain lagi. Karena tak menemukan sawah dan pantai di sekitar lingkungannya, Akan membayangkan itu, seperti yang dilihat di gambar atau layar tivi. Ditambah dengan lukisan motor, mobil, helikopter bahkan pesawat tempur! Realistis, kan?
![Profesi Petani pun, suatu saat akan menjadi kenangan? Illustrated by : pixabay.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/03/03/1822493-s-5c7ba11f677ffb3b5e31b73a.jpg?t=o&v=770)
Pernah coba, meminta anak-anak sekolah dasar sekarang, dengan tema pemandangan? Maka akan terjadi dunia terbalik!
Anak-anak di desa, akan senang menggambar gedung-gedung tinggi. Dengan aneka kendaraan plus lampu-lampu hias di pinggir jalan. Anak-anak di kota, akan antusias menggambar gunung-gunung, lengkap dengan sawah, pondok kecil, pak tani dan kerbau! Coba kalau diajak liburan ke desa. Luar biasa hasrat untuk bermain lumpur dan mencoba menanam benih padi, kan? Kok bisa? Itu imajinasi realistis mereka. Melukis yang tak lagi ada atau yang ingin ditemukan dan dilihat!
itu yang kubayangkan, sore ini di Kota Padang. Melalui jalan bypass Padang dengan kendaraan roda dua. Sembilan belas tahun, meninggalkan Kota ini. luar biasa perkembangannya. Di sisi kiri dan kanan jalan, gedung-gedung permanen berdiri kokoh. Barisan rumah dan toko (ruko), beberapa perguruan tinggi, rumah sakit. Terminal Air Pacah sebagai pengganti Terminal Andalas belasan tahun lalu pun, beralih fungsi menjadi kantor pemerintah kota. Luar biasa, kan?
Sedikit sekali kutemukan petak sawah. Aku jadi kasihan dengan anak-anak sekarang. Tak lagi menemukan pemandangan hijau nan ramah, sejauh mata memandang, saat musim tanam. Atau menguning indah bentangan sawah menjelang musim panen. Dan anak-anak, tak akan menikmati legitnya daging belut gratis. Seperti yang belasan tahun kulakukan, dimana sawah menjadi ajang penambah gizi murah meriah sebagai anak kost. Haha..
![Resmi jadi pengangguran. Dulu, tergeser mesin. Sekarang tergerus zaman. Illustrated by : pixabay.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/03/03/2171064-s-5c7ba1d8677ffb241755a703.jpg?t=o&v=770)
Resiko adanya jalan Bypass Padang yang berefek pengembangan kota plus alih fungsi lahan. Kukira sudah diperhitungkan, tah? Juga ketika luas sawah bisa saja dikonversi menjadi berbagai gedung termasuk area perumahan, kan?
Salah pemilik tanah kenapa menjual? Lah kalau semisal bertahan dengan petak sawah yang dimiliki, sedangkan sekeliling sawah sudah berganti bangunan, apatah sawah bisa menghasilkan? Jadi, Salah pemberi izin? Banyak pihak yang terlibat tentang ini, kan?