"Abang dimana? Aku ada perlu!"
"Aku ngojek anak dulu! Tunggu di Kedai Kopi!"
"Siap, Bang!"
Itu pembicaraan di telpon. tiga jam lalu. Anton duduk diam dihadapanku. Wajahnya sedikit tertekuk. Menatap gelas berkopi yang sejak tadi dibiarkan dingin.
"Kapan, kau tahu?"
"Shubuh tadi!"
"Kau menginap?"
"Kan, Valentine Day, Bang! Malam tadi pun hujan deras. Jadi..."
"Bodoh!"
Lelaki berusia duapuluhan itu. Semakin mengkerut. Dua tangan menjambak rambut di kepalanya. Sejak SMA, aku mengenal lelaki dihadapanku. Karena pelanggan ojek tetapku. Setamat dari SMA, Anton tak lanjutkan kuliah.
"Otakku tak sampai, Bang!"
"Kamu mau kerja apa, dengan ijazah SMA?"
"Seperti Abang!"
Kuhormati keputusannya. Dan, sudah tiga tahun, Anton menjadi anggota di pangkalan ojek bersamaku. Kredit motornya, masih bersisa lima bulan.
aku kembali mengingat pembicaraan tiga tahun lalu. Tapi tidak pembicaraan pagi ini.
"Kamu mengenal Leha, kan?"
"Iya, Bang! Tapi, Leha sudah berubah, Bang!"
"Yakin?"
Anton kembali diam. Kukira memikirkan Leha. Aku mengenal perempuan itu. Kukira lebih tua beberapa tahun dari Anton. Pemilik konter hp di sebelah pangkalan ojek. Sebelumnya langganan ojekku. Sekitar tiga bulan lalu, kuserahkan pada Anton. Karena sesuatu hal, aku tak lagi bisa mengantar Leha pulang malam.
"Kapan kalian melakukan..."
"Malam tahun baru, Bang!"
Plak!
aku lupa! Anton bukan siapa-siapaku. Tak ada kaitan darah denganku. Wajahnya menunduk. Tak bereaksi. Pun, tak mengusap pipinya. Anton tahu. Jika amarah sudah menguasai, aku tak kan peduli apapun dan siapapun.
Ku lempar pandang ke seisi kedai. Tiga orang yang ada di Kedai Kopi, hanya melirik sesaat. Dan lebih memilih untuk tidak  mencari tahu. Kukira, Anton diam menunggu.