Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bukan Puisi | Sajak Mantra Pertapa

3 Februari 2019   02:47 Diperbarui: 3 Februari 2019   09:05 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sudah larut, kepulan asap rokok menyentuh lantai. hitungan hari baru segera di mulai. usangkan hari kemarin, biar diam terkulai.

detik berhenti pada jarum malam di angka dua dan lima belas. belalang hentikan tapa dibalik kelopak bunga anthurium. sibuk melukis resep pesan pada helai hijau daun, bak ahli nujum.

resep itu racikan serum sajak mantra pemusnah. dari angka seribu satu, berhenti tak terhingga pada seribu entah.

seribu satu sajak mantra orang-orang suku maya,
seribu dua sajak mantra orang-orang imperium roma,
seribu tiga sajak mantra orang-orang terluka, dan
seribu entah sajak mantra dari orang-orang antah berantah!

bermula dari bisikan gerimis, hujan tertawa. lakukan liukan erotis tango, mengajak serta malam berdansa chacha. hujan tak lagi curiga. detik itu, menuduh belalang pertapa gila. bertapa demi meracik sajak mantra dari delapan arah angin penjuru, dua belas kutub waktu dan satu serum pemusnah.

belalang berkacak pinggang, menantang langit gerimis malam. hujan tak peduli. asyik-masyuk langkahkan kaki, menari. belalang rentangkan tangan, bentangkan pesan. seribu satu hingga seribu entah sajak mantra. bersatu dan berpadu pada helai daun berwarna hijau.

kepada hujan.
sejak kemarin kau berkuasa. Tak peduli malapetaka, tak peduli huru-hara. padahal bumi hamil tua.
Eureka! serum pemusnah sudah tercipta. Besok pagi, kutaburkan pada angin, kubisukan katak!
Salam, Belalang- Pertapa Sajak Mantra
.

hujan, gerimis, malam, bunga anthurium, dan sajak mantra  menangis. angin dan belalang  pun menangis.

aku? meringis!

Curup, 03.02.2019
zaldychan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun