Mohon tunggu...
Zaldy Zaldy
Zaldy Zaldy Mohon Tunggu... -

Rakyat Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keprihatinan dan Sikap Franz Magnis Suseno

22 September 2011   07:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:44 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Franz Magnis Suseno, dalam artikelnya di harian Kompas, Sabtu tanggal 17 Septembaer 2011 dengan judul "Kita Mau Kemana", mengungkap keprihatinan dan sekaligus juga sikapnya atas kondisi bangsa Indonsia. Ia prihatin, setelah 2 tahun pemerintahan ke 2 SBY dan 13 tahun reformasi, bangsa ini masih terpuruk dalam kubangan korupsi. Partai politik yang diberi peran besar, didalam pengelolaan negara, ternyata hanya memberikan tontonan yang memalukan dan memprihatinkan. Menurutnya kelas politik yang terbentuk di Indonesia, selama ini belum memperlihatkan visi, cita-cita luhur dan keberanian dalam kepemimpinan. Mereka hanya melayani kepentingan diri mereka sendiri.

Perilaku korup kelas politik ini, terjadi dari waktu kewaktu dan silih berganti dengan mengakali berbagai proyek-proyek pemerintah yang dibiayai APBN untuk mencari untung sebanyak-banyaknya. Menurut Franz Magnis, korupsi adalah kejahatan, pencurian dan perampokan dengan dampak yang luar biasa. Mengapa? Petama, menurut Franz Magnis, korupsi merupakan penghinaan terhadap cita-cita bangsa, kedua. Korupsi itulah yang mencegah bangsa indonesia untuk membuka sayap dan terbang. Ketiga, korupsi adalah pencurian masa depan hampir 50% warga bangsa yang miskin atau hidup pas-pasan.

Walaupun mempunyai keprihatinan yang mendalam Franz Magnis, masih mempunyai sikap yang jelas dan tegas terhadap demokrasi Di Indonesia. Menurutnya walaupun reformasi belum berhasil mencapai cita-citanya, (menurutnya mengutip almarhum Nurcholish Madjid, budaya demokrasi baru betul-betul mantap, setelah 20 tahun reformasi) tetapi refomasi telah memberikan hasil yang mengagumkan yaitu demokrasi dan hak-hakasasi manusia. Sesuatu yang tidak percuma.

Oleh karena itu, menurutnya kalau ada orang yang mempertanyakan demokrasi dan keinginan untuk kembali ke zaman otoriter, seperti zaman orde baru, bukanlah jalan keluar dan harus ditolak. Suara-suara itu adalah suara masa lampau, nostalgia kaum neofeodal yang selama orde baru bebas menguasai negara. Bebas memperkaya diri dan bebas melanggar hak-hak azasi manusia, tanpa bisa diawasi dan tanpa bisa diposes sesuai hukum.

Menurut Franz Magnis, menghadapi jeleknya siuasi sekarang ini, bukanya dengan bernostalgia ke zaman otoriter dan mundur dari alam demokrasi. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membangun kekuatan masyarakat sipil untuk menekan dan mengkritik sedemikian kuat terhadap para pemimpin, sehingga mereka terpaksa menggambil tindakan-tindakan yang diperlukan.

Keprihatinan Franz Magnis, tokoh budayawan dan rohaniawan adalah keprihatinan kita semua. Keperihatinan kita terungkap dengan cara yang berbeda-beda, ada yang menggerutu di warung-warung kopi, mengkritik melalui berbagai tulisan, berbicara dimedia televisi, seminar-seminar dikampus, ada yang mengekspresikan dengan memanjat gedung DPR, sampai ada yang menyilet dahinya sendiri di gedung KPK. Itulah keprihatinan kita semua. Sama. Sikap Fanz Magnis  terhadap  Reformasi dan demokrasi, yang harus terus maju sampai cita-cita sejatinya tercapai, juga merupakan sikap sebagain besar rakyat Indonesia, yang harus didukung bersama.

Kini, pada saat tingkat kepercayaan publik begitu rendah terhadap pemerintahan presiden SBY,saatnyalah  presiden  menjawab berbagai keprihatinan itu. Walaupun, Presiden SBY merupakan bagian dari kelas politik yang ada,namun sebagai presiden ia harus berdiri untuk  kepentingan rakyat Indonesia dan menjauh dari kepentingan-kepentingan sesaat kelas politik di Indonesia. Keprihatinan seorang Franz Magnis adalah kritikan dan sikapnya terhadap reformasi dan demokrasi adalah dukungan bagi pemerintahan SBY.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun