Mohon tunggu...
Zaldy Zaldy
Zaldy Zaldy Mohon Tunggu... -

Rakyat Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nunun dan Sondang

13 Desember 2011   03:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:24 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sabtu sore, tanggal 9 Desember 2011, kita dikejutkan dua berita. Pertama tertangkapnya buronan KPK, Nunun Nurbaeti yang merupakan istri mantan wakapolri. Kedua meninggalnya Sondang Hutagalung, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno yang membakar dirinya, di depan Istana Negara. Berita keduanya menghiasi layar kaca malam itu, namum informasi tentang tertangkapnya Nunun lebih dominan, dimana media elektronik menginformasikan berjam-jam dan sorotan kamera diarahkan ke Bandara Internasional Sukarno Hatta dan Gedung KPK. Media sangat-sangat ingin tahu, seperti apakah kondisi Nunun, sakitka ia?. Lemahkah ia?. Dipapahkah ia? seperti berita-berita yang diinformasikan oleh suaminya Bapak Adang Daradjatun yang terhormat  bahwa istrinya sakit, lupa ingatan dan ke luar negeri untuk berobat.

Kasus Nunun, adalah kasus korupsi berjamaah, yang melibatkan banyak anggota DPR dari berbagai fraksi dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur BI tahun 2004  yang dimenangkan oleh Miranda S gultom.  Untuk memenangkan Miranda menjadi DSG BI, anggota DPR disuap. Dan Nununlah yang disangkakan telah menyuap anggota DPR dari berbagai fraksi tersebut. Nah, sebelum proses hukumnya ditindaklanjuti, Nunun Nurbaeti, istri mantan petinggi  hukum Di Indonesia ini, kabur ke luar negeri. Menurut Adang, istrinya tidak kabur, tapi berobat ke luar negeri, maka berlembar-lembar kertas rekam medis disampaikan Adang dan dokter pribadinya, untuk meyakinkan rakyat Indonesia bahwa istri tercintanya sakit dan juga lupa ingatan. Pertanyaan kita untuk Ibu Nunun, adalah mengapa ia harus kabur keluar negeri, jika ia tidak bersalah?. Pertanyaan kita untuk Bapak Adang adalah mengapa ia yang sangat-sangat mencintai istrinya, membiarkan istrinya yang sakit, lupa ingatan permanen pergi  seorang diri, tanpa suaminya?. Tentu kalau Nunun benar-benar sakit parah seperti yang disampaikan Adang dan dokter pribadinya, tentu ia tidak akan rela membiarkan istrinya yang tua itu di luar negeri tanpa dirinya selama bertahun-tahun. Ini adalah logika sederhana. Masyarakat tidak bodoh, tahu ada kebohongan publik yang disampaikan oleh Adang dan Dr pribadinya. Akhirnya Fakta berbicara disebuah foto, terungkap bahwa Nunun sedang asyik berbelanja disebuah pusat perbelanjaan di luar negeri. Sekarang saat ia datang, media dan masyarakat pun  tahu, Nunun dalam kondisi sehat, tidak segawat  seperti apa yang diberitakan Adang.

Bapak Adang  Daradjatun,  mantan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia, calon Gubernur DKI yang sempat dieluka-elukan pendukungnya waktu kampanye lalu, sekarang anggota DPR RI komisi III ( hukum) dari Fraksi PKS adalah orang yang terhormat status sosialnya, tetapi mengapa begitu mudah memperminkan hukum, melakukan pembohongan publik ke masyarakat demi kepentingan keluarganya. Apa yang dilakukan oleh Bapak  Adang adalah potret rendahnya keinginan pejabat negara untuk menegakan hukum dinegeri ini. Tentu bukan hanya Adang yang pernah melakukan hal-hal yang mengecewakan masyarakat, banyak pejabat negara pernah melakukaan hal serupa, berkelit, menghindar bahkan mempermainkan hukum. Mereka ada dilembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif lembaga penegak hukum itu sendiri.

Carut marutnya penegakan hukum, membuat kasus korupsi seperti tiada habisnya, terus menerus terjadi seperti tidak ada yang kapok melakukanya. Korupsi telah membudaya, semua lapisan penyelenggara negara dari yang rendah sampai tinggi berani melakukannya. Pemimpin negara, presiden, seperti membiarkannya seolah-olah apa yang terjadi adalah hal yang biasa-bisa saja dan tindakan negara pun biasa-biasa saja. Koruptor tidak ada yang dihukum mati, malah dikasih remisi. Dipenjara masih bisa menyogok, memperolrh sel yang nyaman. Setelah keluar penjara, kekayaan tidak berkurang.

Reformasi birokrasi hanya basa basi, PNS sudah banyak yang menerima remunerasi, penghasilan mereka ditambah, tapi masih tetap berani melakukan korupsi, contohnya Gayus Tambunan. Penegak hukum, polisi, hakim dan jaksa banyak yang tersangkut kasus korupsi dengan kekuasaan yang dimilikinya.Anggota DPR sibuk memperkaya diri dan partainya. Semua penyelenggara negara terlibat dalam korupsi, terlibat didalam memiskinkan bangsa dan negaranya.

Hopeless?

Beberapa tokoh seperti kehilangan harapan. Syafii Maarif, tokoh agama yang terus menerus menyuarakan gerakan anti korupsi, bilang ia dan tokoh-tokoh lainya seperti sudah kehabisan kata-kata untuk menasehati pemerintah.  Mahfud MD ketua MK, bilang ia sudah kehabisan teori, bagaimana memberantas korupsi di negeri in, ia merasa malu jika diminta mengemukakan teori pemberantasan korupsi di negeri ini, menurutnya bukan terori yang dibutuhkan, tetapi tindakan. Maka saking kesalnya, ia mengusulkan agar koruptor dimasukkan ke kebun  koruptor agar masyarakat bisa melihat mereka seperti dikebun binatang. Mereka Hopeless, karena harapan mereka tidak sejalan dengan tindakan pemerintah didalam pemeberantasan korupsi.

Sondang Hutagalung pun tampaknya hopeless. Ia menunjukan keputusasaannya dengan caranya sendiri. Ia pergi ke Istana Negara, menguyur minyak ketubuhnya dan membakar dirinya di depan istana kekuasaan negeri ini.  Masih adakah Sondang-sondang yang lainnya?. Semoga tidak, semoga pemerintah  cepat menyadari situasi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun