Pagi itu, manusia itu bangun. Membuka peramban dan menuliskan sebuah kalimat:
"Lowongan Kerja untuk Fresh Graduate".
Kemudian timbullah beberapa pekerjaan yang menurut manusia itu baik untuk mereka. Harapan mereka, gajinya besar, kerjanya enak, dan tentu saja. Karena gelar mereka Sarjana, mereka layak mendapatkan itu.
Seminggu, sebulan, sampai setahun mereka belum mendapatkan pekerjaan. Mereka mulai menyalah-nyalahkan pemerintah.
"Wah orang dalam nih."
"Wah kongkalingkong nih."
"Wah nyogok nih."
"Wah gsjaiagsiaiahyqiwyey nih."
Beragam alasan mereka kemukakan. Mereka mengkambinghitamkan orang lain karena mereka tidak kunjung mendapatkan pekerjaan. Memang begitu, manusia cenderung menyalahkan orang lain atas kesalahan mereka pada dirinya sendiri. Tindakan defensif ini dilakukan untuk melindungi harkat dan martabat mereka. Apalagi mereka adalah seorang yang terdidik tinggi.
Cerita di atas banyak sekali terjadi. Orang-orang cenderung memilih pekerjaan padahal kemampuan mereka pas-pasan. Kemampuan mereka tidak dibutuhkan oleh perusahaan atau penerima kerja. Sadarilah, yang kamu lakukan semasa kuliah atau sekolah, adalah pengalaman kerja kamu. Dalam artian, posisikan diri kamu sebagai bos, apa kamu mau menerima orang bekerja di tempatmu dengan kemampuan yang tidak mumpuni? Sadarilah itu.
Kamu hanya di rumah, main game, menggaruk kemaluan, kemudian minta kerjaan. Siklus ini selalu terulang. Kamu tidak punya orang dalam karena relasi yang kamu buat tidak bersifat saling menguntungkan. Artinya, kamu bernilai 0 dan tidak punya manfaat untuk dibantu. Ketahuilah, kamu harus senang dimanfaatkan oleh orang lain, dengan begitu kamu adalah manusia yang bermanfaat. Orang akan membutuhkan kamu. Istilah jangan mau dimanfaatkan oleh orang lain itu berlaku untuk kejahatan, kalau untuk kebaikan, kamu lakukan saja. Itu punya dampak baik untukmu di masa mendatang. Jalinlah relasi, silaturahmi.
Saya punya kenalan seorang dari Dinas Tenaga Kerja. Awalnya, saya mengira orang ini adalah orang yang kaku, orang ini tidak cocok dengan saya, tidak menimbulkan manfaat untuk saya dan beliau ini ketika kami membangun relasi. Namun, perkiraan saya ini terbantahkan ketika saya menjalin relasi dengan beliau. Kenapa kamu masih baca? Dalam hatimu, sikap saya adalah seorang penjilat bukan? Saya katakan tidak. Saya bisa membangun relasi dan menjaga sikap. Kamu sok idealis dan menganggur. Token listrik yang berbunyi di rumahmu itu, silahkan isi dengan idealismemu itu.
Sekali lagi saya katakan. Bangun relasi, perbanyak kemampuan, dan keluar rumah untuk mendapatkan gambaran pekerjaan. Para pencari kerja seperti kamu, tidak akan mendapatkan pekerjaan jika marah-marah kepada pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H