Apa itu dasar? Sederhananya, dasar adalah suatu pondasi untuk menopang sesuatu. Dasar digunakan sebagai penguat dalam berbagai hal. Salah satunya adalah berpendapat.
Pendapat, haruslah berdasar. Walaupun Indonesia menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, tetapi tetap saja, pendapat harus dirumuskan sebaik mungkin. Pendapat tanpa dasar bisa jadi adalah pendapat yang ngawur, bahkan bisa menjadi sebuah hinaan, ataupun ejekan.
Dalam diskusi, kita seringkali melihat orang yang pendapatnya ngawur. Ia hanya mengutarakan apa yang ada dipikirannya saja. Tentu saja, pendapat yang diutarakan tidak memiliki dasar. Itu sebabnya pendapatnya ngawur dan mempunyai banyak celah. Pendapat yang seperti itu mudah sekali dipatahkan, bahkan dipermalukan oleh lawan diskusi. Maka dari itu, sertakanlah data yang mendukung pendapat Anda agar pendapat Anda kokoh dan tidak mudah diserang.
Data yang disediakan juga harus valid, bersumber dari sumber yang kredibel. Salah-salah memilih data, bukannya pendapat Anda baik, malah jadi penyesatan nantinya. Contohnya, kemarin ada teman saya yang berpendapat bahwa 'corona' itu sudah ada di dalam Al-Qur'an. Lalu, apa yang disodorkannya kepada saya? Kitab Iqro', dan di situ ada tulisan berbahasa arab, "" "" "".
Tentu saja itu tidak bisa dijadikan dasar. Pendapatnya mudah diruntuhkan. Sekadar cocoklogi seperti itu tidak bisa dijadikan acuan. Setidaknya, pakailah referensi berupa jurnal ilmiah, ataupun media yang disinyalir kredibel. Begitulah tata caranya.
Selain itu, hal-hal yang mesti diperhatikan adalah penalaran. Banyak orang yang pintar, tapi nalarnya mati. Orang-orang seperti ini kebanyakan falasi dalam berpendapat. Pendapat yang falasi adalah sesuatu yang tidak baik. Bisa jadi, pendapat itu malah menjadi bumerang bagi diri sendiri.
Bagaimana contoh falasi? Sederhananya seperti ini. Seseorang memberikan argumen berupa, "Dulu nama baik kampus terangkat karena mahasiswanya. Sekarang, nama mahasiswa terangkat karena kampusnya."
Kemudian, Anda menyela, "Lho, jadi Anda menganggap nama kampus kita kerdil?"
Dari pernyataan di atas, Anda sudah salah menarik kesimpulan dari pernyataan orang tersebut, dan malah melakukan strawman fallacy (argumen orang jerami). Dan sudah pasti, argumen Anda mudah sekali dipatahkan.
Banyak sekali jenis falasi yang ada. Anda bisa baca sendiri jenis-jenis falasi tersebut jika mau cerdas berargumentasi. Jangan sampai Anda berpendapat hanya karena emosi. Sungguh tidak etis mempertahankan pendapat dengan mengutamakan emosi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H