Menyoal Pernikahan
Fenomena "nikah dini" dan pertanyaan "kapan nikah" selalu menghantui saya akhir-akhir ini. Katanya, menikahlah. Umurmu sudah cukup, apalagi yang ditunggu? Huft.
Banyak sekali orang yang menikah tanpa memikirkan esensi dari pernikahan tersebut. Contohnya, banyak yang menikah untuk menghindari zina. Lho, emangnya kalau sudah nikah tidak bisa berzina? Tetap bisa dong. Malah kecenderungan selingkuh lebih besar ketika menikah. Pola pikir seperti ini rasanya sudah usang. Banyak cara untuk menghindari zina, puasa misalnya.
Hasrat seksual itu sebenarnya bisa dikendalikan. Kuncinya adalah otak dan dorongannya. Kalau Anda mendorong otak untuk berpikir tentang seks, otak akan mendorong Anda untuk melakukan menyalurkan hasrat seksual tadi. Bisa jadi, Anda menyalurkannya lewat masturbasi ataupun dengan hal lain. Tetapi, jika Anda bisa mengendalikan hasrat seksual tadi. Anda tidak akan sembarangan menyalurkannya.
Menikah itu bukan hanya sekadar menyalurkan hasrat biologis saja. Menikah berarti membangun rumah tangga bersama. Ada yang harus bisa memanajemen keuangan, ada dapur yang harus berasap untuk mendapatkan makanan. Jika menikah hanya sekadar untuk menyalurkan hasrat biologis. Maaf, tujuan Anda menikah sepertinya hanya selangkangan saja.
Ada yang menikah atas dasar harta, hartanya habis, dia bercerai. Ada yang menikah karena cinta saja, padahal cinta tak bisa dimakan. Ada pula yang jago meninggikan kata, "Oh asmara, menikahlah denganku, akan kuarungi lautan hanya untukmu, walau badai, walau kemarau." Walau badai katanya, gerimis saja sudah demam dan batuk-batuk.
Pikirkan dulu matang-matang. Satu sisi, pria harus mengerti, cinta saja tak membuat dapur berasap. Pria harus mempunyai pekerjaan, minimal sanggup menghidupi selama satu hari. Satu sisi, wanita harus sadar, jangan terlalu menuntut apapun dari pria, karena kalau cinta, Anda tak akan terlalu banyak menuntut. Walaupun, pria akan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan keinginan Anda.
"Tapi kan, rezeki udah ada yang mengatur. Nikah aja dulu, nanti kita cari sama-sama."
Iya, rezeki ada yang mengatur. Siapa yang mengatur? Allah. Bagaimana peraturannya? Apakah Allah akan langsung memberi rezeki seperti, "Nah, ini uang satu juta. Belanjakanlah." Apakah seperti itu? Tidak, 'kan?
Allah menyuruh hambanya berusaha. Jika Anda menikah saja tanpa berusaha menghidupkan keluarga, dan hanya berharap saja kepada Allah. Tak akan lah Allah berikan. Ngapain memberikan rezeki sama orang pemalas? Mending Allah berikan rezeki sama orang yang jual koran di lampu merah, atau pemulung, ataupun nenek-nenek yang berjualan sayur.
Nah, kembali ke masalah nikah tadi. Menikah harus ada perumusannya. Maksudnya bagaimana? Maksudnya adalah perencanaan. Rencana ke depan disusun dengan sebaik mungkin. Mulai dari keuangan, hingga rencana memiliki anak.