Dalam rapat koordinasi nasional (rakornas) pencegahan kebakaran hutan dan lahan 2016, Presiden Joko Widodo menjanjikan sistem reward and punishment, yaitu promosi naik pangkat bagi perangkat daerah yang berhasil mencegah kebakaran hutan dan lahan. Sedangkan mereka yang gagal mencegah atau semakin banyak kebakaran, akan dicopot dari jabatannya.
"Yang terbakar semakin banyak, semakin gede, ganti, copot. Yang tadi saya sampaikan dari sini sampai bawah. Yang enggak ada (kebakaran) tentu saja promosi. Ini kita kerja betul-betul kerja," tegas Jokowi Senin (18/01) di Istana Negara.
Rakornas tersebut dihadiri oleh Wakil Presiden, sejumlah menteri Kabinet Kerja terkait, kepala daerah, panglima Kodam, komandan Korem, Kapolda dan Kapolres dari daerah-daerah yang rawan kebakaran.
Presiden mengatakan, tak ada lagi alasan kebakaran hutan terjadi. Sebab, semua upaya pencegahan sudah dilakukan. Penyebab kebakaran juga sudah diketahui.
Ini sebuah berita baik bagi kita, khsususnya masyarakat yang selama ini terkena dampak langsung kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Komitmen yang kuat dari pemerintah memang dibutuhkan untuk mulai mengurai permasalahan tahunan yang telah berlangsung sejak beberapa dekade lalu ini.
Namun, melihat ke belakang, ada beberapa hal yang patut menjdi catatan kita bersama. Yang pertama adalah, kita harus memastikan bahwa solusi yang akan diupayakan adalah memang sebuah niat baik yang serius dari pemerintah, tidak hanya berhenti di tataran wacana.
Sesuai dengan Visi-Misi Jokowi-JK dalam Nawa Cita, bahwa negara harus hadir kembali untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Selama ini, kita semua dapat merasakan ‘absennya’ negara dalam isu-isu strategis bangsa.
Pemerintah telah sejak lama menutup mata atas penyelesaian peroalan-persoalan bangsa. Peristiwa Pembantaian Massal 1965, Tanjung Priok, Talangsari, Aceh, Timor Timur, Papua, pembunuhan aktivis Munir, sampai dengan intoleransi antar umat beragama adalah pekerjaan rumah besar pemerintah yang tak kunjung terlihat arah penyelesaiannya.
Dalam kasus karhutla, Pemerintah seakan menutup mata bahwa banyak lahan pemerintah sendiri yang juga mengalami kebakaran hebat. Data dari globalforestwatch menunjukkan, di 2015 saja, sebanyak 56% hutan dan lahan yang terbakar adalah merupakan wilayah yang dikuasai dan dikelola oleh negara. Artinya, lebih dari setengah karhutla pada 2015 terjadi di kawasan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Gerombolan pembakar lahan dengan backing siapapun di belakangnya harus segera diungkap, dicerabut sampai akar-akarnya tanpa menimbang apakah dalang-dalangnya adalah bagian dari koalisi atawa oposisi pemerintah. Jokowi punya niat baik, kita harus dukung itu. Upaya-upaya hukum yang dijalankan pemerintah sekarang ini selayaknyalah kita dorong dan amati dengan mata yang awas, selama ia benar memenangkan pihak yang benar dan bukan untuk membenar-benarkan yang tidak benar-benar benar.