Pemerintah baru-baru ini mengumumkan rencana ambisius memberikan insentif lebih dari Rp10 juta per bulan bagi pemuda yang bersedia beralih profesi menjadi petani milenial. Kebijakan ini diharapkan mampu mengatasi krisis regenerasi petani yang terus memburuk, mengingat rata-rata usia petani di Indonesia kini mencapai 50 tahun ke atas. Namun, program ini mendapatkan tanggapan beragam dari berbagai pihak, termasuk Ahmad Effendy Noor, CEO PT Nividia Pratama, yang selama ini dikenal aktif mendukung inovasi di sektor pertanian.
Ahmad Effendy Noor menilai langkah pemerintah tersebut sebagai inisiatif positif, tetapi ia mengingatkan pentingnya pendekatan holistik untuk memastikan program ini benar-benar berkelanjutan. "Memberikan insentif finansial memang dapat menjadi magnet awal bagi generasi muda, tetapi harus dibarengi dengan dukungan lain seperti akses teknologi, pelatihan berkelanjutan, dan jaminan pasar untuk hasil produksi," ujar Ahmad Effendy Noor dalam wawancara eksklusif di Gresik.
Menarik Minat Pemuda Bukan Sekedar Uang
Ahmad Effendy Noor menekankan bahwa insentif keuangan sebesar Rp10 juta per bulan memang terdengar menggiurkan, namun daya tarik ini bisa bersifat sementara jika tidak didukung dengan perubahan sistemik di sektor pertanian. Menurutnya, banyak pemuda masih memiliki persepsi bahwa bertani adalah profesi yang tidak menjanjikan, penuh risiko, dan kurang bergengsi dibandingkan karier lain di era digital.
"Pemerintah harus memanfaatkan momentum ini untuk mendesain ulang wajah pertanian. Bukan hanya soal uang, tetapi juga bagaimana kita membuat sektor ini lebih modern dan relevan dengan minat generasi muda," kata Ahmad Effendy Noor.
Beliau mencontohkan pentingnya penerapan teknologi seperti Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan untuk menciptakan efisiensi di lapangan. Selain itu, Ahmad Effendy Noor juga turut menyarankan agar pemerintah menggandeng perusahaan teknologi, universitas, dan komunitas lokal untuk menciptakan ekosistem yang mendukung petani milenial.
Tantangan Infrastruktur dan Mentalitas
Ahmad Effendy Noor menggarisbawahi bahwa tantangan besar yang masih menghambat kemajuan pertanian di Indonesia, termasuk minimnya infrastruktur di pedesaan, akses terhadap modal, serta mentalitas masyarakat yang masih memandang bertani sebagai profesi 'kelas dua'.
"Jika kita berbicara tentang insentif, bagaimana dengan mereka yang sudah lama bertani namun tidak mendapatkan dukungan serupa? Ini bisa menjadi sumber ketimpangan baru," kata Ahmad Effendy Noor. Ia mengusulkan agar pemerintah juga memberikan perhatian pada petani tradisional dengan program yang mendorong kolaborasi antara generasi tua dan muda.
Selain itu, Ahmad Effendy Noor menyoroti pentingnya pendidikan yang relevan di bidang pertanian. Ahmad percaya bahwa kurikulum berbasis teknologi dan kewirausahaan perlu dimasukkan ke dalam sistem pendidikan, sehingga generasi muda memiliki kemampuan untuk berinovasi dan menciptakan nilai tambah di sektor ini.