[caption caption="Jalan Adiyasa Kecamata Solear"][/caption]Aneh memang, melihat pembangunan jalan di Kabupaten Tangerang. Jalan yang masih benar dan layak untuk dilalui kendaraan, dilubangi dan dihancurkan. Sedangkan jalan yang terlihat seperti rawa dengan genangan air kotor dan sampah yang mengambang, dibiarkan saja.
Entah apa yang diprogramkan para pemimpin kita. Namun seyogyanya, sesuatu yang hancur harus diperbaiki lebih dulu, sesudah itu silahkan memperbagus sesuatu yang masih benar. Ini mah yang masih bagus diancurin, yang udah ancur dibiarin, ancur semua dah..
Liat aja tuh jalan di samping bundaran Tigaraksa, jalannya masih bagus tapi udah dibolong bolongin. Akibatnya kalau kita lewat situ apalagi pakai mobil, jangan harap deh lancar bin mulus. Yang ada kesel karena macet, sebab jalan yang dipakai hanya separo. Sedangkan jalan yang lain seperti di Adiyasa dan sekitar Kecamatan Solear, diduga udah mulai rusak semenjak bapak beliau jadi Bupati. Sekarang giliran sang anak memegang tahta ada secercah harapan perbaikan jalan. Namun apalah daya, kerusakan jalannya semakin parah. Sistem jalannya sama seperti yang di Tigaraksa, yang dipakai hanya separo. Cuma beda nasib, kalau jalan yang di Tigaraksa diancurin, yang di Adiyasa dibiarin.
Memang sudah menjadi realita, kalau ibukota itu lebih maju daripada daerah lainnya. Tigaraksa sebagai ibukota Kabupaten Tangerang harus dihias secantik mungkin. Mulai dari jalan, bangunan, sampai pepohonan pasti ditata seelok-eloknya. Agar Kab. Tangerang dipandang daerah yang maju, atau mungkin memberikan kenyamanan para pejabat pemerintah daerah berangkat menuju kantornya. Sah sah saja hal demikian, namun ada yang perlu dipahami, selain ibukota ada “anak-anakkota” yang butuh perhatian.
Secara terminologi ibu itu adalah sosok yang mengayomi. Ia rela kesusahan agar anak-anaknya senang, ia rela kelaparan agar anak-anaknya kenyang. Namun istilah tersebut sepertinya tidak berlaku dalam tata kelola pemerintahan. Sang ibu berdandan sampai cantik jelita sedangkan para anak dibiarkan memakai pakaian lusuh.
Sekarang yang kami harapkan adalah keadilan dari Bapak Bupati. Kiranya sudah cukup membelikan ibu beraneka macam parfum, pakaian terbaru, dan sebagainya. Sekarang perhatikanlah pakaian anak anakmu, kami tidak menginginkan yang bagus, cukup pakaian yang layak. Agar Ayah kami tenang mengendarai motornya, ibu kami selamat pulang pergi ke pasar, adik adik kami dapat tertidur pulas sepulang sekolah di angkot karena jalannya yang mulus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H