Mohon tunggu...
Zakiyatul Muti'ah
Zakiyatul Muti'ah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sejarahkan kisah saja..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dunia Ini adalah Coklat, Karna Saya Suka Coklat

8 Mei 2014   05:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:44 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terinspirasi dari kata-kata yang terucap dari seorang dosen saya, dan entah bagaimana saya buru-buru mencatatnya dimana saja tinta pena dapat tertumpah, kemudian terbersit pula untuk menjadikannya judul pada suatu tulisan pikiran saya suatu hari.

Dalam jauh ketidak sanggupan jangkau saya, saya tetap yakin bahwa segala sesuatu didunia ini tetap berhubungan, tetap saling bergantung, berkesinambungan dan tetap saling membantu dalam menjelaskan apapun itu dengan segala yang konkrit pada keterangan abstrak ataupun abstrak pada keterangan konkrit. Oke, mbulet.

Belajar dari hal-hal kecil saja itu terkadang sulit untuk dijadikan referensi bahwa kita sebagai manusia sangat butuh pada berbagai pemahaman agar tidak bodoh membodohi dan bodoh dibodohi, “katanya”. Jadi jika belajar dari halbesar, kitapun tidak tahu sebesar apa pelajaran itu dapat kita kata besar. Sebaliknya, sekecil apa juga adakah alat ukurnya untuk menghitung secara statistika atau matematika? Kalaupun ada, maaf, mungin saya kurang update.

Saya juga tidak memahami bagaimana belajar itu bisa mengisi dan sebagai orientasi terakhir dan “terhebat” katanya, “menguasai”

Baiklah, tiba pada judul diatas yang sejak tadi agak terabaikan, bahwasannya dunia ini adalah coklat. Karna saya suka coklat. Dunia ini adalah coklat, dan meskipun tidak suka coklat, apakah dunia ini tetap coklat?

Kita tidak pada tempatnya jika semena-mena mendoktrin coklat adalah dunia dan saya suka coklat berarti saya suka dunia. Itu hanya ungkapan seorang anak kecil pada puluhan tahun lalu dan tapi jangan lantas kita singkirkan maknanya pada abad sehebat ini.

Bahwasannya dunia ini memang coklat. Maka banyak yang menyukainya. Maka dalam hal ini pemuda mayoritas penikmatnya. Maka dari itu, dunia memang sebenarnya ditangan pemuda. Sejak dulu dikata begitu, tapi masalahnya pemuda coklat sekarang dengan dulu selalu melalui proses metamorphosis dalam artian, tidak akan berwujud permanen. Tentu saja!

Maka yang akan saya tegaskan adalah, bagaimana selanjutnya dunia coklat yang disuka ini akan bertujuan? Tidak sekedar melayangkan kata dengan bangga berjiwa nasionalis berjiwa patriotis padahal sebenarnya karakter bangsa pun sedang miris.

Pada akhirnya, kita lah dunia itu. Tidak peduli entah coklat atau hitam atau merah, karna yang berlaku adalah peraturan dunia. Karna seolah para pemuda menuntut pada dunia dan semu pada betapa banyak keinginan-keinginan mereka yang, tolonglah sadar bahwa itu cuman asap dunia! Setelah apimu habis, setelah kobarmu habis, habis pula asapmu dikunyah udara dipung pada awan!

Dunia ini adalah coklat. Andai semua coklat itu adalah disuka maka saya berani berandai lagi bahwa coklat itu adalah jiwa pemuda pada ruh nasionalismenya, pada ruh pengakuan akan keagungan negaranya, pada karakter-karakter kuat yang menjadikan dunia ini hebat tidak sekedar rasa coklat namun wujud dan punah pun tetap coklat.

Demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan bangsa, sekedar saran kecil saja dari makhluk tak bersahaja ini, adalah sebaiknya adanya kesanggupan pemudadalam menyatukan paham dan meletakkan kesetiaan tertinggi individu-individu yang harus diberikan kepada Negara dan bangsanya, dimaksudkan bahwa kita, sebagai individu dan berwarga Negara untuk meiliki sikap dan perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya untuk Negara masing-masing kita, dan dunia adalah coklat kita bersama

Teringat saya pada dawuh almarhum Gus Dur: yang dilarang islam adalah perpecahan, bukan perbedaan pendapat. :)

Salam ukhuwah biladiyah saudaraku..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun